P U T U S A N
Nomor : 343 K/TUN/2009
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :
I. KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 44 Jakarta Selatan dalam hal ini memberi kuasa kepada :
1. Dr. RIYATNO, S.H, L.LM, Plt. Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal ;
2. NATALIA RATNA KENTJANA, S.H, L.LM Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha Pimpinan, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
3. Ir. LESTARI INDAH.M.M., Direktur Pelayanan Aplikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal,
4. SUPRAYITNO,SH., Kepala Bidang Pelayanan Hukum Pusat Bantuan Hukum, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
5. AGUS SUWONDO.S.H Kepala Sub Bidang Alternatif Penyelesaian Sengketa Pusat Bantuan Hukum, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
6. DEDY MARDIYANTO, Staf Biro Peraturan Perundang-Undangan, Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha Pimpinan, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
Kesemuanya warganegara Indonesia dan bekerja sebagai Pegawai pada Badan Koordinasi Penanaman Modal, beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 44 Jakarta Selatan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Agustus 2009 Nomor : 166/A.1/2009
Pemohon Kasasi I dahulu Tergugat/Pembanding II ;
Hal. 1 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
II.1. P.T. BILLABONG INDONESIA (PTBI), dalam hal ini diwakili oleh CHRISTOPHER JOHN JAMES, warganegara Australia, Pekerjaan Presiden Direktur, beralamat di Istana Kuta Galeria Block Techno 12 A-B Jalan Patih Jelatik, Kuta Bali,
2. GSM (OPERATIONS) PTY.LTD, dalam hal ini diwakili oleh Mr.DEREK ONEILL, warganegara Australia, pekerjaan Direktur, beralamat di 1 Billabong Place, Burleigh Heads, Queensland 4220, Australia, dalam hal ini keduanya memberikan kuasa kepada : 1.PALMER SITUMORANG,SH.MH., 2. HORAS SINAGA,SH., 3.IVAN WIBOWO,SH.LLM, Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat pada Kantor Advokat PALMER SITUMORANG & Partners beralamat di Graha Cempaka Mas Blok A No. 10 Jalan Letjen Suprapto Kav.3 Jakarta Pusat berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17 Desember 2008,
Pemohon Kasasi II dahulu Para Tergugat II Intervensi/Pembanding I ;
m e l a w a n
CV. BALI BALANCE, dalam hal ini diwakili oleh SUZI ANN SUWENDA warganegara Indonesia, pekerjaan Direktur Utama CV. Bali Balance, beralamat Desa Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1. EDI ROHAEDI,SH.MH., 2. NANDANG KUSNADI,SH., 3. AGUS SETIAWAN,SH., 4. FAJAR INDRAWATI,SH., semuanya warganegara Indonesia, Pekerjaan Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum berkantor di Ciomas Permai Blok D.5 No. 20, Jl. Kereteg Ciomas, Kabupaten Bogor, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 05 September 2009, dan berdasarkan Pencabutan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 April 2010, maka Surat Kuasa Khusus tertanggal 5 September 2009 tersebut telah dicabut. Selanjutnya CV. Bali Balance yang diwakili oleh Suzi Ann Suwenda,
Hal. 2 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Direktur PT.Bali Balance d/h CV. Bali Balance, beralamat di By.Pass Ngurah Rai Nomor 210, Kedonganan, Tuban, Denpasar, Bali 80362 dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1. AGUS SETIAWAN,SH., dan 2. FAJAR INDRAWATI,SH., keduanya warganegara Indonesia, pekerjaan Advokat, Pengacara dan Konsultan Hukum, beralamat Kantor di Rukan Darmawangsa Square No. 43 Jalan Darmawangsa VI Jakarta Selatan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 12 April 2010,
Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang Pemohon Kasasi I , II dahulu sebagai Tergugat dan Para Tergugat II Intervensi di muka persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada pokoknya atas dalil-dalil :
I. OBYEK GUGATAN
Bahwa yang menjadi obyek gugatan ini adalah : Surat Keputusan TERGUGAT No. 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tertanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia yang berkedudukan dl Kabupaten Badung Propinsi Bali Indonesia yang merupakan kelanjutan atas diterbitkannya SURAT PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL ASING atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 ;
II. DASAR GUGATAN
1. Bahwa PENGGUGAT menerima dan mengetahui berkas Surat Keputusan TERGUGAT/KEPALA Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) a quo pada tanggal 10 November 2008 dan gugatan ini diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 18 November 2008, dengan demikian, gugatan ini diajukan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;
Hal. 3 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
2. Bahwa Keputusan TERGUGAT a quo adalah Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang dan menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku adalah bersifat KONKRIT, INDIVIDUAL dan FINAL serta menimbulkan akibat hukum ;
Keputusan TERGUGAT tersebut telah memenuhi unsur Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara ;
3. Bahwa PENGGUGAT sangat keberatan dengan Keputusan TERGUGAT tersebut diatas dengan alasan sebagai berikut :
3.1. Bahwa PENGGUGAT adalah Perusahaan Nasional berbentuk Perseroan Komanditer yang didirikan di Denpasar, Bali pada tanggal 24 November 1983 sesuai dengan Akta .No.150 tentang Akta Pendirian CV. Bali Balance yang dibuat dihadapan Notaris Sugiarti Hostiadi, SH., Notaris di Denpasar dan telah didaftarkan di dalam Buku Daftar Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar No. 236 pada tanggal 28 November 1983 dan telah dirubah dengan Akta No.2 tentang Akta Pemasukan, Pengeluaran dan Perubahan tertanggal 28 April 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Ni Made Sudiasih, SH., Notaris di Kabupaten Badung, berkedudukan di Kuta dan kemudian dirubah lagi dengan Akta No.63, tentang Akta Keluar Masuk Pesero CV. Bali Balance tertanggal 28 Februari 2005 yang dibuat dihadapan Notaris I Made Pria Darsana, SH., Notaris di Kabupaten Badung, berkedudukan di Kuta dan dirubah lagi dengan Akta No. 36 tentang Perubahan tertanggal 28 Maret 2007 yang dibuat dihadapan Notaris dan PPAT I Nyoman Subahari, SH., Notaris dan PPAT di Tabanan ;
3.2. Bahwa hubungan hukum antara CV. Bali Balance dengan Billabong International Ltd. (Australia) qq. GSM (OPERATIONS) PTY Ltd, terjadi sebagai akibat ditandatanganinya PERJANJIAN LISENSI tertanggal 24 Juni 2004 antara Billabong International Ltd. (Australia) qq. GSM (OPERATIONS) PTY Ltd yang beralamat di 1 Billabong Place Burleigh Heads Qld 4220 Australia selaku Pemberi Lisensi dengan CV. Bali Balance yang beralamat di Jl. By Pass Nusa Dua, Kelan, Tuban, Bali, Indonesia, selaku Penerima Lisensi PERJANJIAN LISENSI TERSEBUT berlaku hingga tanggal 30 Juni 2009 ;
Hal. 4 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
3.3. Bahwa selaku penerima lisensi/pemegang resmi merek Dagang "Billabong" secara ekslusif di wilayah teritorial Indonesia sebagaimana diatur dalam Perjanjian Lisensi antara PENGGUGAT dengan Billabong International Ltd. (Australia) qq. GSM (OPERATIONS) PTY Ltd, PENGGUGAT masih memenuhi hak dan kewajiban PENGGUGAT kepada Billabong International Limited qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd ; dimana dalam Perjanjian Lisensi ;
Sehingga berdasarkan dalam Perjanjian Lisensi a quo, sudah jelas disebutkan bahwa PENGGUGAT adalah pemegang sah dari lisensi atas merek dagang dan hak cipta dari Billabong International Ltd (Australia) qq. GSM (OPERATIONS) PTY. Ltd (Australia) selama jangka waktu perjanjian lisensi ;
3.4. Bahwa pada tanggal 29 Maret 2006, TERGUGAT menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 350/I/PMA/2006, tanggal 29 Maret 2006 tentang Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong Internasional Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY. Ltd. (Australia) ;
3.5. Bahwa terhadap Formulir Model I/PMA atau Surat Permohonan Penanaman Modal Asing yang diajukan oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd, TERGUGAT tidak melakukan pemeriksaan dan pengecekan yang cermat atas semua data-data yang diisi dalam lembar Formulir Model I/PMA sebagaimana diatur dalam Keputusan TERGUGAT Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Negeri dan Asing ;
Adapun kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd yang tidak diperiksa dan diperhatikan dengan cermat oleh TERGUGAT dalam lembar aplikasi Formulir Model I/PMA sebagai berikut :
3.5.1. Bahwa Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd mengajukan Formulir Model I/PMA yaitu aplikasi permohonan penanaman modal asing pada tanggal 27 Maret 2006 kepada TERGUGAT atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd, dimana pada saat pengajuan
Hal. 5 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
permohonan tersebut PT. Billabong Indonesia belum berdiri karena PT. Billabong Indonesia didirikan pada tanggal 04 April 2006 sebagaimana dituangkan dalam Akta No. 02 tentang Akta Pendirian Perseroan Terbatas "PT. Billabong Indonesia" yang dibuat dihadapan Notaris Rismalena Kasri, SH., Notaris di Jakarta. Adapun susunan pengurus PT. Billabong Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Akta tersebut, sebagai berikut :
Direktur : Paul Roy Anderson
Presiden Komisaris : Derek O'Neill
Komisaris : John Craig Uttermare White
3.5.2. Bahwa dalam pengajuan permohonan/penanaman modal asing tersebut Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd harus mengisi beberapa lembar data-data, antara lain :
1) Peserta Asing (foreign participant) yaitu Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd ;
2) Peserta Indonesia tidak diisi atau dikosongkan oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd ;
3) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Indonesia : 104 (seratus empat) orang ;
4) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing : 3 (tiga) orang ;
3.5.3. Bahwa dalam lembar isian Formulir Model I/PMA mengenai peserta Indonesia, Billabong International Limited qq GSM (OPERATIONS) PTY. Ltd. dengan sengaja tidak mengisi lembaran tersebut. hal ini dilakukan untuk menghapuskan HAK PENGGUGAT sebagai Peserta Indonesia yang memiliki hak secara hukum sesuai dengan Perjanjian Lisensi tertanggal 24 Juni 2004. dengan demikian Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd telah memberikan data yang palsu, oleh karenanya Formulir Model I/PMA tersebut menjadi CACAT HUKUM karena Billabong International Limited (Australia) qq GSM
Hal. 6 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
(OPERATIONS) PTY Ltd dengan sengaja mengosongkan formulir model I/PMA yang seharusnya diisi ATAS NAMA PENGGUGAT sebagai Peserta Indonesia ;
3.5.4. Bahwa Direktur PT. Billabong Indonesia yaitu Paul Roy Anderson dengan Paspor No. L3048340 adalah Technical Advisor yang bekerja pada PENGGUGAT, hal ini dikuatkan dengan adanya :
1) Surat dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. RM 19-619/M/P2TKDN/ PTA/XII/2005 kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia perihal : Rekomendasi Permohonan Visa untuk maksud bekerja tertanggal 28 Desember 2005, yang pada intinya menyatakan :"Bahwa Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia TIDAK KEBERATAN UNTUK MEMBERIKAN PERSETUJUAN KEPADA CV. BALI BALANCE untuk mendatangkan Paul Roy Anderson guna dipekerjakan di CV. Bali Balance”
2) Surat Pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia kepada PENGGUGAT tertanggal 3 Januari 2006 yang memberitahukan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia pada intinya mengabulkan permohonan PENGGUGAT untuk menerbitkan Visa Tinggal terbatas atas nama Paul Roy Anderson dengan nomor paspor L3048340 untuk jangka waktu selama 12 (dua belas) bulan ;
Bahwa berdasarkan data tersebut di atas telah terbukti dengan jelas bahwa pada saat Paul Roy Anderson masih bekerja pada PENGGUGAT dengan jabatan Technical Advisor, pada saat yang sama Paul Roy Anderson juga menjabat sebagai Direktur PT. Billabong Indonesia tanpa sepengetahuan dan persetujuan PENGGUGAT dimana dalam Akta Pendirian PT. Billabong Indonesia No. 02 dengan jelas disebutkan bahwa Direktur PT. Billabong Indonesia adalah Paul Roy Anderson, padahal secara nyata pada saat yang sama Paul Roy Anderson adalah karyawan resmi PENGGUGAT sebagaimana dikuatkan
Hal. 7 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
oleh Surat dari Direktorat Jenderal Imigrasi dan Surat dari Departemen Tenaga Kerja dengan jabatan sebagai Technical Advisor PENGGUGAT :
3.5.5. Bahwa dalam Formulir Model I/PMA mengenai jumlah tenaga kerja Indonesia, Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd, disebutkan PT. Billabong Indonesia merencanakan memiliki tenaga kerja Indonesia sejumlah ± 104 (seratus empat) orang, dimana rencana penggunaan tenaga kerja Indonesia yang akan dipekerjakan tersebut merupakan karyawan PENGGUGAT yang ingin diambil alih oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd untuk menjadi karyawan PT. Billabong Indonesia tanpa sepengetahuan dan persetujuan PENGGUGAT pada saat Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY mengajukan Formulir Model I/PMA pada tanggal 27 Maret 2006 :
3.5.6. Bahwa setelah seluruh lembaran Formulir Model I/PMA diisi, kemudian Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY. Ltd. menandatangani dan membuat pernyataan yang pada intinya menyatakan : "Permohonan Ini Kami Buat Dengan Benar Ditandatangani Oleh Yang Berhak Diatas Materai Yang Cukup Dan Sewaktu-Waktu Dapat Dipertanggung Jawabkan Termasuk Dokumen/Data, Baik Yang Terlampir Maupun Yang Disampaikan Kemudian";
Bahwa pernyataan tersebut diatas sudah jelas menunjukkan Billabong International Limited (AUSTRALIA) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd. mengakui telah memberikan dan memasukkan keterangan bohong dalam lembaran Formulir Model I/PMA ;
Dengan demikian sudah terbukti bahwa Formulir Model I/PMA tersebut adalah CACAT HUKUM oleh karenanya Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd No. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 ADALAH BATAL DEMI HUKUM ;
3.5.7. Bahwa tindakan Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd yang telah dengan sengaja
Hal. 8 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
tidak mengisi peserta Indonesia dalam Formulir Model I/PMA tersebut merupakan tindakan memberikan keterangan palsu dan bohong, hal ini telah melanggar ketentuan hukum pidana Pasal 263 KUH Pidana dan Pasal 266 KUH Pidana ;
Usaha Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd dengan melakukan serangkaian kebohongan-kebohongan dalam mengisi Formulir Model I/ PMA tersebut telah berhasil memperdaya TERGUGAT, seolah-olah semua data yang diisi dalam Formulir Model I/ PMA tersebut adalah data-data yang benar ;
Dan hal ini didukung dengan tidak cermatnya TERGUGAT dalam memeriksa keabsahan dan kebenaran setiap data-data yang diisikan dalam Formulir Model I/PMA, sehingga tanpa pemeriksaan yang cermat dan teliti dengan mudahnya TERGUGAT menerbitkan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 dan kemudian TERGUGAT juga menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 221/T/INDUSTRI/ PERDAGANGAN/2007/tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia tertanggal 12 Maret 2007 dengan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun ;
3.5.8. Bahwa PT. Billabong Indonesia merubah Akta Pendirian PT. Billabong dengan Akta Perubahan No. 22 tanggal 18 September 2006 yang dibuat dihadapan Notaris Rismalena Kasri, SH., Notaris di Jakarta, dengan perubahan pengurus Direktur PT. Billabong Paul Roy Anderson digantikan oleh Christopher John James dan PENGGUGAT sudah melaporkan Direktur Utama PT. Billabong Indonesia yang baru dengan Laporan Polisi No.Pol : LP/ 315/VII/SIAGA-lll, tanggal 18 Juli 2007, dengan tindak pidana PENGGELAPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 jo Pasal 378 jo Pasal 55 KUH Pidana dan dalam perkembangannya CHRISTOPER JOHN JAMES yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Direktur PT. Billabong Indonesia Mabes Polri, pada intinya memberitahukan :
Hal. 9 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
1. Bahwa berkas perkara dengan Laporan Polisi No.Pol : LP/315/VII/SIAGA-lll, tanggal 18 Juli 2007, dengan Terlapor Direktur PT. BILLABONG INDONESIA bernama CHRISTOPER JOHN JAMES SUDAH P-21 atau BERKAS PERKARA SUDAH LENGKAP ;
2. Bahwa sesuai dengan Surat dari Kejaksaan Tinggi Bali No.B-1098/P.1.4/Epp. 1/04/2008 tertanggal 14 April 2008 menyatakan berkas pidana atas nama Tersangka CHRISTOPER JOHN JAMES alias CHRIS alias CHRIS JAMES Nomor Polisi : BP/07/ll/2008/Dit II Eksus tanggal 25 Februari 2008 HASIL PENYIDIKANNYA SUDAH LENGKAP atau P-21 ;
3. Bahwa pada tanggal 21 April 2008, Penyidik Mabes Polri telah melayangkan Surat Panggilan Pertama kepada CHRISTOPER JOHN JAMES dengan Surat Panggilan No.Pol. : SP/483/IV/2008/Dit.ll Eksus dan pada tanggal 02 Mei 2008 Surat Panggilan Kedua dengan Surat Panggilan No.Pol.: SP/483.a/IV/2008/Dit.ll Eksus dengan menyertakan Surat Perintah membawa Tersangka No. Pol.: SP.Pgl/04/IV/2008/Dit.ll Eksus ;
4. Bahwa pada tanggal 09 Juni 2008 penyidik melakukan Upaya Penangkapan dan Perintah membawa Tersangka dengan Surat Perintah membawa Tersangka No.Pol. : S.Pgl/04/V/2008/Dit.ll Eksus tertanggal 05 Mei 2008 serta dibuatkan Berita Acara bahwa Tersangka tidak ada di Bali dan sampai saat ini Tersangka belum menghadap kepada Penyidik Bareskrim Polri untuk dihadapkan ke Jaksa Penuntut Umum - Kejaksaan Tinggi Bali ;
5. Bahwa pada tanggal 10 Juni 2008 Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan terhadap CHRISTOPHER JOHN JAMES alias CHRIS alias CHRIS JAMES No.Pol. : SP.Kap/25A/VI/2008/Dit II Eksus ;
6. Bahwa pada tanggal 11 Juni 2008 penyidik membuat Daftar Pencarian Orang (DPO) No.Pol.: DPO/R/01/ IV/2008 Dit.ll Eksus, perihal : Bantuan Pencarian Orang An. Tersangka CHRISTOPHER JOHN JAMES alias CHRIS alias CHRIS JAMES (warga negara Australia
Hal. 10 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
pemegang Paspor No. M 5377793) dan Permohonan Red Notice kepada SES NCB Interpol-lndonesia, An. Tersangka CHRISTOPHER JOHN JAMES alias CHRIS alias CHRIS JAMES dalam berkas perkara No.Pol.: BP/07/ll/2008/Dit II Eksus, tanggal 25 Februari 2008 ;
7. Bahwa Kepolisian Mabes Polri telah mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No.Pol. : B/2934/XI/2008 tanggal 06 November 2008 dengan perihal : Permintaan Ekstradisi kasus penggelapan dengan Tersangka CHRISTOPHER JOHN JAMES ;
8. Bahwa berdasarkan tindakan-tindakan yang telah diambil oleh Mabes Polri tersebut di atas membuktikan bahwa adanya keseriusan pihak penegak hukum Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam menindaklanjuti proses pidana yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan investor asing (PMA) Billabong International Limited (Autralia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd qq PT. Billabong Indonesia ;
3.6. Bahwa pada tanggal 10 Januari 2007 Kuasa Hukum PENGGUGAT telah mengirimkan surat kepada TERGUGAT yang pada intinya memberitahukan bahwa diantara PENGGUGAT dengan Billabong International Ltd. (Australia) qq. GSM (OPERATIONS) PTY Ltd sedang ada permasalahan ;
3.7. Bahwa pada tanggal 5 Maret 2007, Kuasa Hukum PENGGUGAT juga mengirimkan Surat Pemberitahuan kepada Ibu Laksmi Djuwita selaku Kuasa Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd dalam mengurus pendirian/pembentukan PT. Billabong Indonesia, yang pada intinya memberitahukan bahwa salah satu Techinal Advisor PENGGUGAT yang bernama Paul Roy Anderson dengan Paspor No. L3048340 dan yang menjadi Direktur di PT. Billabong Indonesia sesuai dengan Akta Pendirian PT. Billabong Indonesia No. 02 tanggal 04 April 2006 telah melakukan suatu tindak pidana dan dalam tahap penyidikan pihak Kepolisian Polda Bali ;
3.8. Bahwa TERGUGAT sama sekali tidak mengindahkan surat -surat PENGGUGAT dan bahkan pada tanggal 12 Maret 2007, TERGUGAT menerbitkan Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia,
Hal. 11 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
yakni Surat Keputusan No. 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia. PENGGUGAT sangat keberatan dan sangat dirugikan dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 dan kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia No. 221/T/lndustri/Perdagangan/2007 tertanggal 12 Maret 2007, dimana PENGGUGAT adalah pemegang resmi merek dagang "Billabong" di wilayah teritorial Indonesia hingga tanggal 30 Juni 2009 sesuai dengan Perjanjian Lisensi antara PENGGUGAT dengan Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd. dan seharusnya turut serta menjadi peserta Indonesia dalam Formulir Model I/PMA yang diajukan oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd kepada TERGUGAT ;
3.9. Bahwa permohonan penanaman modal asing Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd yang telah disetujui oleh TERGUGAT dengan menerbitkan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd pada tanggal 29 Maret 2006 dan selanjutnya TERGUGAT menerbitkan Izin Usaha Tetap bagi PT. Billabong Indonesia pada tanggal 12 Maret 2007 telah bertentangan dengan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yaitu UU No.25 tahun 2007 antara lain :
1. Pasal 3 huruf (a) :
"Penanaman Modal diselenggarakan berdasarkan atas asas Kepastian hukum" ;
2.
Pasal 5 ayat (3) huruf (c) :
"Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan : (c) melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" ;
3. Pasal 15 huruf (e) : "setiap penanam modal berkewajiban : mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan" ;
4. Pasal 16 huruf (f) : "Setiap penanam modal bertanggung jawab mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan" ;
Hal. 12 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
5. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 38/SK/1999 Pasal 39, yang berbunyi :
"Apabila permohonan persetujuan penanaman modal dengan sengaja memalsukan data dan atau dokumen yang dilampirkan maka permohonan yang bersangkutan menjadi tidak sah dan persetujuan yang dikeluarkan oleh pemerintah menjadi batal dan yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku “ ;
4. Bahwa Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd qq PT. BILLABONG INDONESIA dalam menjalankan usaha tersebut tentu saja memiliki keuntungan dari seluruh penjualan produknya dimana jumlah keuntungan yang didapat oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd qq PT. BILLABONG INDONESIA adalah jumlah kerugian yang diderita oleh PENGGUGAT, bahwa PENGGUGAT nyata-nyata telah kehilangan pangsa pasar yang telah dibangunnya selama 13 tahun lebih yang dengan tiba-tiba diambil alih oleh Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd qq PT. BILLABONG INDONESIA sebagai pihak investor (PMA di Indonesia) asing dengan SURAT-SURAT TERGUGAT ;
5. Bahwa PENGGUGAT sebagai pengusaha nasional Indonesia sangat mengharapkan untuk diberi kesempatan dan kepercayaan yang fair oleh Pemerintah Republik Indonesia khususnya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) instansi TERGUGAT dalam menanam investasi bersama investor asing, dan untuk menciptakan bisnis retail yang fair di tanah air Indonesia tentunya diperlukan ETIKA bagi para Investor Asing tersebut, hal ini guna menciptakan pemerataan dan kesempatan kepada pengusaha nasional warga masyarakat Indonesia dalam menunjang peningkatan pendapatan Nasional dengan potensi pangsa pasar yang luas di wilayah Tanah Air Tercinta Indonesia ;
6. Bahwa akibat hukum bagi PENGGUGAT sehingga PENGGUGAT merasa kepentingan PENGGUGAT sangat dirugikan yang selanjutnya berarti Keputusan TERGUGAT tersebut telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf a,b dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan oleh karenanya Keputusan TERGUGAT tersebut mohon dibatalkan dan batal demi hukum Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM
Hal. 13 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
(OPERATIONS) PTY Ltd. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 ;
7. Bahwa untuk mengurangi dan menghindari kerugian PENGGUGAT yang terjadi secara terus menerus akibat diterbitkannya OBYEK SENGKETA di atas, berdasarkan pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, PENGGUGAT memohon kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta cq Majelis ;Hakim yang memeriksa perkara ini supaya terlebih dahulu mengeluarkan penetapan yang berisi perintah kepada TERGUGAT untuk menunda dan/atau menangguhkan terlebih dahulu pelaksanaan OBJEK SENGKETA a quo, sampai adanya putusan akhir Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) dalam perkara ini, dengan alasan hukum sebagai berikut :
1) Bahwa sebagaimana telah diuraikan dalam point-point di atas, telah nyata dan jelas PENGGUGAT sangat dirugikan, dimana sejak bulan Maret 2006 hingga gugatan ini didaftarkan, PENGGUGAT sebagai Pengusaha Nasional tidak lagi memiliki kepastian hukum dalam menjalankan bisnis retailnya yang telah menyumbangkan devisa bagi Negara Indonesia. PENGGUGAT sangat membutuhkan Kepastian hukum dari pemerintah Indonesia dalam hal ini dari Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menjalankan dan melanjutkan bisnis retail ini karena sudah lama terkatung-katung dan ini merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, dimana dari bisnis ini PENGGUGAT sebagai Pengusaha Nasional sudah banyak memberikan kontribusi devisa dan pajak bagi Negara Indonesia selama ± 13 tahun, juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat Bali khususnya dan Indonesia umumnya. Dengan demikian Penundaan ini merupakan satu-satunya jalan untuk mengurangi kerugian yang sudah banyak timbul sebagai akibat dari diterbitkannya OBJEK SENGKETA a quo ;
2) Bahwa Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS) PTY Ltd. telah dengan sengaja menghilangkan HAK PENGGUGAT sebagai Peserta Indonesia yang sah secara hukum, dengan mendirikan PT. BILLABONG INDONESIA dalam pengajuan permohonan penanaman modal asingnya tersebut. Pendirian PT. BILLABONG INDONESIA ini merupakan pembunuhan atas seluruh usaha keras PENGGUGAT yang telah menjadi pionir dalam
Hal. 14 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
menciptakan dan membuka pangsa pasar bagi produk Billabong diseluruh Indonesia dan sekaligus membunuh bisnis retail yang telah dijalankan PENGGUGAT selama ± 13 tahun juga telah mematikan sumber hidup dari ratusan karyawan yang menggantungkan hidup dari usaha PENGGUGAT ;
3) Bahwa barang-barang retail yang diproduksi oleh PT. BILLABONG INDONESIA berupa kaos, peralatan olah raga dan aksesori yang bukan merupakan jenis barang-barang yang termasuk sebagai kebutuhan primer masyarakat atau juga bukan jenis barang yang berasal dari kekayaan alam seperti Gas Alam atau Minyak Bumi (natural resources) yang bermanfaat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia dan sebaliknya barang-barang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai trend dan lifestyle saja bagi pengguna produknya. Oleh karenanya jika PENUNDAAN ini dikabulkan INSYA ALLAH tidak berhubungan langsung maupun tidak langsung atas terganggunya kelangsungan hidup masyarakat Indonesia ;
Disamping itu, OBYEK SENGKETA yang diterbitkan oleh TERGUGAT tersebut bukan untuk pemenuhan kebutuhan primer masyarakat Indonesia, akan tetapi hanyalah untuk mendapatkan keuntungan bisnis pribadi PT. BILLABONG INDONESIA dan bahkan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi PENGGUGAT. Dan barang-barang retail yang diproduksi bukan merupakan kebutuhan masyarakat yang menjadi kepentingan umum dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian tidak ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan yang mengharuskan dilaksanakannya OBYEK SENGKETA tersebut, oleh karenanya, pelaksanaan OBYEK SENGKETA tersebut harus ditangguhkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (4) huruf b, yang berbunyi :
(b) "tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut"
Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas, sudah jelas permohonan penundaan PENGGUGAT sudah memenuhi alasan hukum dikabulkannya suatu permohonan penundaan sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (4) huruf a yang berbunyi :
(4) permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) :
(a). dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan PENGGUGAT
Hal. 15 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan ;
Penundaan dimohonkan pula dengan berdasar pada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 02 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam bagian VI nomor 2, huruf b yaitu Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat (Pasal 67), yang pada intinya berbunyi :
1. Penundaan yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (4) sub a dan b dapat dikabulkan dalam 3 (tiga) tahapan prosesual :
(b)."setelah berkas perkara diserahkan kepada Majelis, maka majelis pun dapat mengeluarkan Penetapan Penundaan tersebut,...";
Permohonan Penundaan ini juga sesuai dengan kewenangan yang TERGUGAT miliki selaku Badan/Instansi yang berwenang untuk memberikan/menjatuhkan sanksi kepada perusahaan penanaman modal yang melanggar peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, yang berbunyi :
(1) Badan Usaha atau Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis ;
b. pembatasan kegiatan usaha ;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal ; atau ;
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal ;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta agar memberikan putusan sebagai berikut :
I. Dalam Permohonan Penundaan :
Mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Surat Keputusan No.221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007/ tentang Izin Usaha Tetap PT.
Hal. 16 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Billabong Indonesia tertanggal 12 Maret 2007, hingga perkara ini berkekuatan hukum tetap ;
II. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya ;
2. Menyatakan BATAL atau TIDAK SAH Surat Keputusan No.221/T/ INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007/ tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia tertanggal 12 Maret 2007, yang merupakan kelanjutan atas diterbitkannya SURAT PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL ASING atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (OPERATIONS)S PTY Ltd. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006 ;
3. Memerintahkan kepada TERGUGAT untuk Mencabut Surat Keputusan TERGUGAT No. 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/ 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia tertanggal 12 Maret 2007 ;
4. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara ;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
1. Wewenang Mengadili :
1.1. Bahwa seluruh konstruksi gugatan yang didasarkan pada perjanjian pemakaian lisensi/merek BILLABONG sebagaimana gugatan yang diajukan oleh Penggugat adalah tidak tepat dan salah alamat, seharusnya tidak ditujukan kepada Tergugat. Hal ini mengingat bahwa yang dijadikan dasar utama gugatan oleh Penggugat adalah mengenai pelaksanaan dari Perjanjian Lisensi antara GSM (Operations) Pty.Ltd dan CV. Bali Balance tanggal 24 Juni 2004 atau untuk selanjutnya lebih dikenal dengan nama Perjanjian Lisensi, dimana Tergugat bukan termasuk pihak yang ikut serta dalam Perjanjian Lisensi, karenanya Tergugat selaku pejabat TUN tidak terikat dengan perjanjian, dan tidak wajib mengetahui setiap perjanjian perdata antara individu atau badan hukum, kecuali yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan ;
1.2. Bahwa pada prinsipnya Tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat dengan segala akibat hukumnya, terkecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya oleh Tergugat ;
Hal. 17 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
1.3. Bahwa Tergugat dengan tegas menolak dalil-dalil gugatan sebagaimana pada Angka 3 butir 3.5 poin 3.5.1, 3.5.7, butir 3.8, 3.9 dan butir 6 gugatan Penggugat mengingat dalil-dalil tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada ;
1.4. Bahwa dalil-dalil lain sebagaimana dikemukakan oleh Penggugat dalam angka 3 butir 3.1, 3.2, 3.3, 3.5 poin 3.5.3, 3.5.4, 3.5.5, 3.5.6, 3.5.7, 3.5.8, dan butir 3.7 serta angka 4 (halaman 3 s/d 14), seluruhnya Tergugat tidak termasuk sebagai pihak-pihak yang terkait atau ikut mengambil bagian untuk menetapkan suatu kebijakan yang menghasilkan suatu keputusan/ketetapan sebagaimana didalilkan oleh Penggugat, oleh karenanya jelas bahwa gugatan Penggugat adalah tidak tepat dan seharusnya tidak ditujukan kepada Tergugat ;
Bahwa dalil-dalil gugatan tersebut menguraikan perilaku/tindakan pihak lain yang tidak dilakukan oleh Tergugat, sedangkan sengketa TUN haruslah memuat hal-hal yang terkait dengan penilaian/tindakan pejabat TUN dalam menerbitkan suatu keputusan, maka gugatan Penggugat menjadi kabur ;
Bahwa karena gugatan Penggugat didasarkan pada perjanjian perdata antara Penggugat dengan GSM (Operations) Pty.Ltd yang masuk dalam yurisdiksi peradilan umum dengan Hakim perdata, maka gugatan haruslah dinyatakan ditolak atau tidak dapat diterima ;
2. Tenggang Waktu Menggugat Kadaluwarsa/Terlampaui ;
2.1. Gugatan Penggugat diajukan setelah melebihi waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak saat diumumkannya/diterbitkannya Izin Usaha Tetap Nomor 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tanggal 12 Maret 2007, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 ;
2.2. Bahwa Penggugat melalui kuasa hukumnya VBL Law Firm pernah mengirimkan surat Permohonan Mengadakan Rekonsiliasi terkait dengan diterbitkannya Izin Usaha Tetap Nomor 221/T/INDUSTRI/-PERDAGANGAN/ 2007 tanggal 12 Maret 2007, yang sekarang menjadi obyek TUN, sebagaimana surat Penggugat tertanggal 20 Maret 2007 (bukti T-1) ;
Bahwa pada halaman 2 Surat Penggugat tersebut Penggugat menyatakan sebagai berikut :" Sebagaimana diketahui bahwa sejak Juni 2006 BILLABONG INTERNATIONAL - AUSTRALIA (khusus di
Hal. 18 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
wilayah teritorial Indonesia) telah terdaftar sebagai perusahaan baru atas persetujuan dari BKPM sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan nama PT. BILLABONG INDONESIA." ;
Bahwa berdasarkan bukti tersebut, Penggugat telah mengetahui terbitnya obyek gugatan paling tidak sejak tanggal surat Penggugat, maka dengan demikian gugatan Penggugat telah lampau waktu sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 ;
3. Kapasitas Penggugat ;
Izin Usaha Industri Nomor 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tanggal 12 Maret 2007 diberikan kepada PT. Billabong Indonesia bukan kepada CV. Bali Balance. Dalam hal ini CV. Bali Balance bukan merupakan bagian dan tidak ada hubungan/kaitannya dengan Keputusan Tergugat, sehingga tidak memenuhi sifat INDIVIDUAL Penggugat vide Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 ;
Bahwa karena eksepsi ini juga mengenai :
1. Kewenangan mengadili ;
2. Tenggang Waktu Gugatan ;
3. Kapasitas Penggugat ;
Maka mohon kiranya Majelis Hakim lebih dahulu memeriksa dan memutus eksepsi Tergugat dengan menyatakan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Para Tergugat II Intervensi mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
Bahwa Para Tergugat II Intervensi dengan tegas menolak seluruh dalil Penggugat, kecuali apa yang secara nyata dan terang diakui ;
1. Obyek TUN, Subjek Hukum, Sifat dan Tujuan Yang Berbeda Tidak Dalam Satu Gugatan TUN ;
Bahwa gugatan Penggugat mengenai dua Obyek TUN yang Berbeda. Agar tidak menyesatkan persidangan, kiranya perlu diketahui bahwa untuk memperoleh Surat Persetujuan PMA harus mengisi formulir Lampiran 2 vide Pasal 6 ayat (2), sedangkan untuk memperoleh Ijin Usaha Tetap (IUT) harus mengisi formulir Lampiran 4, vide Pasal 11 ayat (2) Surat Keputusan Kepala BKPM No.57/2004 sebagaimana dirubah dengan Keputusan Kepala BKPM
Hal. 19 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
No. 70/2004 dan perubahan terakhir No. 1/2008. Selain perbedaan tersebut terdapat perbedaan lainnya sbb :
a) Tujuan yang berbeda ;
b) Pemohon dua badan hukum yang berbeda ;
c) Keputusan TUN yang dihasilkan berbeda ;
d) Dasar hukum yang digunakan untuk terbitnya kedua keputusan Pejabat TUN tersebut berbeda ;
maka seharusnya gugatan Penggugat diajukan dalam dua perkara yang berbeda pula ;
2. Tentang Eksepsi Kewenangan Absolut (Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004) :
Perjanjian Lisensi Telah Diakhiri Dengan Akta Kesepakatan ;
Bahwa gugatan angka 3 butir 3.2 halaman 3 disebutkan bahwa gugatan terhadap keputusan pejabat publik incasu Tergugat (BKPM) didasarkan pada adanya hubungan hukum "Perjanjian Lisensi" tanggal 24 Juni 2004 antara Billabong International Ltd. (Australia) qq. GSM (Operations) Pty. Ltd. (selanjutnya disingkat "GSM") dengan CV. Bali Balance (Penggugat, selanjutnya disingkat "CVBB") yang ditandatangani tanggal 24 Juni 2004 (Bukti TI-1) ;
Dalil Penggugat salah karena perjanjian tersebut tidak pernah ditandatangani oleh Billabong Internasional (periksa penjelasan kapasitas dan identitas para pihak dan juga lembar terakhir tanda tangan para pihak) ;
Tentang hubungan hukum tersebut adalah sebagai pengakuan Penggugat bahwa gugatan yang ditujukan kepada pejabat TUN tidak berdasar hukum menggunakan perjanjian antar individu untuk menggugat pejabat TUN di Pengadilan Tata Usaha Negara. "Perjanjian Lisensi" adalah merupakan perikatan dan menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya vide prinsip-prinsip universal (pacta sunt servanda) ;
Tidak ada ketentuan yang mengharuskan pejabat TUN incasu Tergugat (BKPM) selaku pejabat dan instansi pemerintah tunduk dan terikat pada perjanjian sipil/swasta seperti perjanjian vide TI-1 yang didalilkan tersebut ;
Selain ketidak-terikatan BKPM dalam perjanjian tertanggal 24 Juni 2004 dimaksud diatas, juga perjanjian vide TI-1 telah berakhir sejak tanggal 21 Oktober 2005 sesuai dengan "Akta Kesepakatan" Penggugat dengan Tergugat II Intervensi GSM (Operations) Pty. Ltd. (Bukti TI-1 a) ;
Hal. 20 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Berdasarkan fakta hukum vide bukti TI-1a membuktikan hal-hal sebagai berikut :
a. "Perjanjian Lisensi" tanggal 24 Juni 2004 telah diakhiri secara sewajarnya dengan Akta Kesepakatan antara GSM dengan CVBB tertanggal 12 Januari 2006 yang didalam perjanjian tersebut dengan tegas ditetapkan limit waktu pengakhiran perjanjian berlaku efektif sejak tanggal 21 Oktober 2005 (Bukti TI-1a) ;
b. Surat Penggugat tertanggal 09 Januari 2006 paragraf ketiga menyatakan :
"Saya sudah mengirim fax mengenai salinan perjanjian yang sudah ditandatangani yang telah kami gunakan sebagai pegangan kami dan dokumen aslinya sudah kami kirimkan melalui TNT express" (Bukti Tl-1b) ;
Bahwa karena Penggugat sendirilah yang mendalilkan gugatan didasarkan pada "Perjanjian Lisensi" tertanggal 24 Juni 2004 vide bukti TI-1 dan ternyata telah diakhiri dengan Akta Kesepakatan vide TI-1 a, maka gugatan tidak beralasan hukum lagi dan haruslah ditolak ;
3. Gugatan Murni Sengketa Perdata Dan Di luar Kewenangan Pengadilan TUN ;
Bahwa konstruksi gugatan Penggugat angka 3 butir 3.2 ; 3.3 menjadikan sebagai dasar hukum gugatan "Perjanjian Lisensi" vide TI-1, untuk mempersoalkan keputusan Kepala BKPM selaku pejabat TUN adalah tidak mempunyai relevansi yuridis dan salah alamat, karena akibat yang timbul dari hubungan hukum berdasarkan "Perjanjian Lisensi" termasuk merupakan sengketa perdata murni yang merupakan kewenangan peradilan umum untuk mengadilinya tidak termasuk dalam sengketa yang berada dalam kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, maka berdasarkan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta harus menyatakan tidak berwenang mengadili dan menolak gugatan Penggugat ;
Sebagai tambahan, mengacu kepada Pasal 36 dari "Perjanjian Lisensi" vide TI-1 Lisensi tersebut diberlakukan hukum Queensland dan kedua belah pihak berjanji dan mengikatkan diri tunduk pada jurisdiksi dari Pengadilan Tinggi Queensland, Apabila ada perselisihan tentang keabsahan dari Lisensi ;
Hal. 21 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
4. Tentang Eksepsi Lain-Lain (Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004) :
Lewatnya Tenggang Waktu Menggugat :
Bahwa gugatan Penggugat harus ditolak karena telah melampaui tenggang waktu hak menggugat vide Pasal 55 UU. No.5 Tahun 1986 yang berbunyi sebagai berikut :
"Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara";
Terlampauinya tenggang waktu tersebut dapat dibuktikan dari takta-fakta hukum yang otentik dan tidak terbantahkan lagi oleh siapapun sebagai berikut :
Gugatan Penggugat angka II .1. menyebutkan ;
"Bahwa Penggugat menerima dan mengetahui berkas Surat Keputusan Tergugat/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) a quo pada tanggal 10 November 2008... dst" ;
Para Tergugat II Intervensi menanggapi dan membantahnya dengan alasan sebagai berikut :
a. Dalil yang menyatakan bahwa Penggugat seolah-olah baru "menerima" keputusan TUN yang menjadi Obyek Gugatan adalah keliru, karena apa yang dimaksud dengan "menerima" dalam Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 tersebut dalam konteks mengikuti asas yang terkandung dalam Pasal 1 butir (3), salah satunya yaitu keputusan TUN harus "individual", artinya individu yang menerima keputusan TUN tersebutlah yang berhak sebagai pihak untuk menyatakan keberatannya atau gugatannya dalam tempo 90 hari sejak keputusan TUN diterima atau sejak diumumkan, sedangkan Penggugat bukanlah individu yang berhak menerima keputusan TUN yang sekarang menjadi Obyek Gugatan. Dengan demikian alasan "menerima" yang dimaksud dalam gugatan tidak relevan dengan maksud "menerima" menurut Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 ;
b. Dalil gugatan yang menyatakan; Penggugat "mengetahui" adanya keputusan TUN tanggal 18 November 2008 tidak berdasar karena dalam ketentuan Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 maupun penjelasannya tidak terdapat kalimat yang memberi syarat penghitungan batas waktu gugatan berdasarkan sebutan "diketahui";
Hal. 22 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
c. Sejak berdiri P.T. Billabong Indonesia (PTBI) dalam status PMA telah mengadakan hubungan surat menyurat dengan Penggugat dalam hitungan puluhan kali, juga Penggugat telah membeli barang dalam ratusan transaksi dengan PTBI, maka selaku PMA perusahaan PTBI sudah diketahui oleh Penggugat sejak berdiri tahun 2006 ;
d. Dari ratusan transaksi yang didukung bukti hubungan tersebut, pada kesempatan ini Para Tergugat II Intervensi mengajukan bukti surat sebagai bukti mewakili hubungan defacto yang membuktikan bahwa Penggugat mengetahui keberadaan PTBI selaku badan hukum PMA jauh sebelum gugatan sbb :
• Surat Penggugat kepada Tergugat Intervensi PTBI tertanggal 10 Januari 2007 No. 01/l/B Balance/2007 yang isinya tentang pelaksanaan dan perhitungan perjumpaan utang antara CVBB (Penggugat) dengan PTBI. (Bukti TI-4) ;
• Surat pengumuman dari Kuasa Hukum Penggugat No.0623/ VI/ALO/2006, tertanggal 23 Juni 2006 tentang Permakluman bilamana ada karyawan CVBB pindah ke P.T.Billabong Indonesia untuk menyelesaikan hak dan kewajiban. (Bukti TI-5) ;
Kedua surat tersebut lebih dari cukup membuktikan bahwa Penggugat mengetahui berdirinya P.T. Billabong Indonesia sebagai PMA. Berdasarkan bukti korespondensi, banyaknya transaksi dan sejarah hubungan bisnis telah membuktikan bahwa keberadaan Tergugat Intervensi PTBI bukan sesuatu hal yang asing bagi Penggugat, jadi hanya dalil dusta Penggugat mengaku mengetahui Obyek Gugatan sejak tanggal 10 Nopember 2008 ;
e. Penggugat mengetahui dan sangat mengenal GSM (Operations) Pty Ltd. sebagai perusahaan asing (Australia), juga harus dianggap mengetahui adanya ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1967 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1970, yang mensyaratkan kalau perusahaan asing hendak menanam modal di Indonesia harus dengan persetujuan BKPM incasu Obyek Gugatan. Dari koresponden tersebut diatas Penggugat mengetahui GSM (Operations) Pty Ltd. adalah pemegang saham pada PTBI ketika didirikan, karena berdirinya PTBI tersebutlah maka karyawan Penggugat (CVBB) yang menyatakan diri pindah kerja kepada P.T. Billabong Indonesia wajib menyelesaikan administrasi dengan CVBB, nyata bahwa Penggugat telah mengetahui keberadaan PMA P.T. Billabong Indonesia, jauh sebelum tanggal pengajuan gugatan
Hal. 23 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Penggugat (lebih dari 90 hari) karenanya gugatan Penggugat telah melampaui waktu yang dimaksud dalam Pasal 55 UU No.5/86, karenanya gugatan Penggugat haruslah ditolak ;
f. Akta Pendirian/Anggaran Dasar PMA P.T. BILLABONG INDONESIA Akta No.02 yang dibuat tanggal 04 April 2006 oleh RISMALENA KASRI.S.H. Notaris Jakarta, telah mencantumkan keputusan TUN (Obyek Gugatan), telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Rl, melalui keputusannya tertanggal 19 Juli 2007 No.C-21102 HT.01.01.TH.2006 dan agar diketahui oleh khalayak umum termasuk Penggugat, Akta mana telah diumumkan melalui Tambahan Berita Negara (TBNRI) tanggal 27 Oktober 2006 No.86. DENGAN DEMIKIAN PENGGUGAT HARUS DIANGGAP SUDAH MENGETAHUI KEPUTUSAN TUN (OBYEK GUGATAN SEJAK TANGGAL 27 OKTOBER 2006), KARENANYA GUGATAN TELAH LEWAT WAKTU KARENANYA GUGATAN HARUS DITOLAK ;
g. Bahwa Penggugat juga melalui suratnya tertanggal 20 Maret 2007 kepada Tergugat, pada halaman 2 alinea ketiga menyatakan ;
Sebagaimana diketahui bahwa sejak Juni 2006 BILLABONG INTERNASIONAL LIMITED - AUSTRALIA (khusus di wilayah teritorial Indonesia) telah terdaftar sebagai perusahaan baru atas persetujuan dari BKPM sebagai perusahaan Modal Asing (PMA) dengan nama P.T. BILLABONG INDONESIA." (Bukti TI-6) ;
Surat Penggugat tersebut telah dijawab Tergugat dengan surat No.39/A.6/2006 tertanggal 29 Maret 2007 yang isinya memberitahukan Penggugat adanya persetujuan BKPM kepada GSM dengan tanda terima surat tertanggal 29 Maret 2007 (Bukti T-7 dan TI-8) ;
Berdasarkan bukti tersebut maka jelas Gugatan Penggugat didaftarkan 18 November 2008 telah lewat tenggang waktu 90 hari (kadaluarsa), maka berdasarkan Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 gugatan Penggugat harus ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima ;
5. Penggugat Tidak Ada Kepentingan (Legal Standi in yudicato) :
Bahwa suatu gugatan TUN yang diajukan berdasarkan adanya kepentingan yang dirugikan, maka kepentingan yang dirugikan tersebut haruslah diuraikan secara terinci, benar, akurat dan harus jelas sebagai akibat dari keputusan Pejabat TUN yang menjadi Obyek Gugatan ;
Penggugat tidak mempunyai kepentingan apapun atas terbitnya keputusan TUN yang menjadi Obyek Gugatan dengan penjelasan sebagai berikut :
Hal. 24 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
a. Bahwa ketentuan Pasal 1 butir 3 UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek gugatan haruslah bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat ;
Lebih lanjut, Pasal 53 UU No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan :
"Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi ;
Dipertegas lagi dalam Penjelasannya menyebutkan :
" ... Selanjutnya hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena oleh akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dan karenanya yang bersangkutan merasa dirugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara.";
b. Bahwa unsur kepentingan merupakan syarat penting dan mutlak dalam gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu kepentingan berproses dalam arti tujuan yang ingin dicapai gugatan merupakan syarat esensial dalam gugatan, sesuai dengan adagium yang menyatakan, "bila ada kepentingan maka baru boleh berproses atau menggugat (poin d'interest point d'action) ;
c. Bahwa "Perjanjian Lisensi" tertanggal 24 Juni 2004 (TI-1) antara Penggugat dengan GSM telah diakhiri dengan Akta Kesepakatan tertanggal 12 Januari 2006 (TI-1a) dihubungkan dengan Surat Penggugat tertanggal 09 Januari 2006 (TI-1b), dengan demikian sejak tanggal 21 Oktober 2005 (tanggal efektifnya pengakhiran) tidak ada hubungan hukum Penggugat dengan keputusan Pejabat TUN yang menjadi Obyek Gugatan ;
d. Bahwa pengakhiran Perjanjian Lisensi dilakukan berdasarkan hukum dan secara wajar yang diikuti dengan kompensasi utang (perjumpaan utang) sebagaimana terbukti dari surat Penggugat kepada PTBI tanggal 10 Januari 2007 No.01/l/B.Balance/2007 yang melampirkan perincian hutang setelah dikompensasikan dengan piutang, semua isi surat tersebut adalah pelaksanaan perhitungan akibat pengakhiran perjanjian lisensi vide bukti TI-4 ;
Hal. 25 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
e. Bahwa jika Penggugat hendak mempersoalkan perhitungan hutang piutang akibat telah diakhirinya "Perjanjian Lisensi" belum tuntas, sehingga Penggugat merasa masih eksis sebagai pemegang lisensi maka hal demikian berada dalam ruang lingkup Hakim perdata bukan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya ;
f. Bahwa bukan keputusan BKPM yang membatalkan Lisensi, tetapi keputusan dari GSM (Operations) Pty Ltd. sebagai pemegang dari semua Merek Billabong berwenang membatalkan dan menarik merek tersebut dari pasar Indonesia, juga berhak menunjuk sebuah perusahaan nasional Indonesia sebagai distributor/penyalur baru dari GSM. Apabila GSM mengambil salah satu langkah tersebut, CVBB tidak akan menjadi distibutor dari produk bermerek GSM dan tidak diperlukan keputusan dari BKPM. Dalam hal apapun keputusan BKPM tidak dapat dikaitkan dengan Lisensi CVBB, juga, tindakan GSM tidak dapat dipakai untuk mempersalahkan terbitnya keputusan TUN (IUT) kepada P.T. Billabong Indonesia ;
Berdasarkan uraian diatas, tidak terdapat unsur kepentingan yang berakibat hukum yang merugikan bagi Penggugat atas Keputusan Tergugat (obyek gugatan) maka berdasarkan Pasal 1 butir 3 dihubungkan dengan Pasal 53 ayat (1) dan Penjelasannya UU No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Gugatan Penggugat tidak memiliki kepentingan yang dirugikan dalam gugatan mengakibatkan gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat sebagai Penggugat dan gugatan harus ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima ;
6. Gugatan Kabur (Obscuur Libel):
Bahwa Gugatan Penggugat kabur, tidak ada konsistensi dengan mendalilkan kesalahan pada prosedur penerbitan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing oleh Tergugat yang diberikan kepada GSM (Operations), namun menuntut IUT yang diberikan Tergugat kepada P.T. Billabong Indonesia, dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Bahwa Penggugat mempersoalkan kesalahan pada pengisian formulir untuk penerbitan "Persetujuan Penanaman Modal Asing" yang diterbitkan Tergugat yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ijin Usaha Tetap (IUT) PTBI (Obyek Gugatan). Dengan penjelasan sebagai berikut :
Hal. 26 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
• Untuk mendapatkan Persetujuan PMA dari BKPM harus dengan mengisi formulir Lampiran 2 SK Kepala BKPM No.57/SK/2004 Model I/PMA, sedangkan untuk mendapatkan IUT dari BKPM harus mengisi Formulir Lampiran 4 (dua prosedur yang sangat berbeda) ;
• Persyaratan untuk kedua formulir tersebut berbeda ;
• Subjek hukum pemohon "persetujuan Penanaman Modal" adalah GSM berstatus "Limited" sedangkan status hukum Pemohon IUT adalah P.T. Billabong Indonesia (berbeda subjek hukum) ;
• Berdasarkan tujuan, pengisian formulir Lampiran-2 untuk memperoleh persetujuan Penanaman Modal Asing kepada GSM (Operations) Pty. Ltd. menanamkan,modal di Indonesia, sedangkan tujuan pengisian formulir Lampiran-4 untuk memperoleh IUT kepada P.T.Billabong Indonesia ;
b. Berdasarkan fakta tersebut Penggugat dalam dalilnya mempersoalkan formulir untuk memperoleh persetujuan Penanaman Modal Asing dan secara menelikung pada posita memohon agar IUT dibatalkan adalah keliru dan tidak relevan sama sekali, karenanya gugatan kabur (Obscuur Libel) dan gugatan harus ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima ;
Berdasarkan segala hal yang diuraikan dalam Eksepsi diatas disimpulkan ;
a) Gugatan atas dua objek TUN yang berbeda, pemohon adalah dua badan hukum yang berbeda, kepentingan dan tujuan yang berbeda, prosedur hukum yang berbeda, waktu penerbitan kedua obyek TUN berbeda, seharusnya gugatan tidak bisa disatukan menjadi satu perkara TUN ;
b) Konstruksi gugatan Penggugat adalah termasuk sengketa perdata yang termasuk dalam ruang lingkup wewenang absolut peradilan umum, bukan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara ;
c) Gugatan telah lewat waktu sembilan puluh hari ;
d) Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum yang harus dilindungi karena terbitnya Keputusan Tergugat (Obyek Gugatan) tidak mengakibatkan kerugian pada Penggugat ;
e) Gugatan kabur (obscuur Libel), mempersoalkan proses terbitnya persetujuan tetapi menuntut IUT yang dibatalkan ;
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, juga mengingat hanya karena kelihaian Penggugat memperdaya Pengadilan TUN
Hal. 27 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Jakarta sehingga gugatan bisa lolos dari dismissal proses, dan juga eksepsi ini menyangkut kewenangan absolut, maka untuk tidak membuang-buang waktu dan tenaga secara sia-sia seperti diamanatkan oleh Pasal 77 UU No.5 Tahun 1986, sebagaimana diubah dengan UU No.9/2004, mohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, terlebih dahulu memutuskan dalam suatu putusan yang menyatakan ; menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima ;
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 182/G/2008/PTUN-JKT., tanggal 11 Maret 2009 yang amarnya sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
-
Menolak eksepsi pihak Tergugat dan pihak Para Tergugat II Intervensi ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ;
- Nomor 221/T/Industri/Perdagangan/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT.Billabong Indonesia ;
- Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing ;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ;
- Nomor 221/T/Industri/Perdagangan/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT.Billabong Indonesia ;
- Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing ;
4. Menghukum pihak Tergugat dan pihak Para Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng yang hingga putusan ini diucapkan diperhitungkan sebesar Rp.98.000,- (sembilan puluh delapan ribu rupiah) ;
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat II Intervensi dan Tergugat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan putusan No. 118/B/2009/PT.TUN.JKT., tanggal 23 Juli 2009 ;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat/Pembanding II pada tanggal 11 Agustus 2009 kemudian terhadapnya
Hal. 28 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
oleh Tergugat/Pembanding II (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Agustus 2009) diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 21 Agustus 2009 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No. 182/G/2008/PTUN-JKT., yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, permohonan mana disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut pada tanggal 02 September 2009 ;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Para Tergugat II Intervensi/Para Pembanding I pada tanggal 10 Agustus 2009 kemudian terhadapnya oleh Para Tergugat II Intervensi/Para Pembanding I (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 17 Desember 2008) diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 21 Agustus 2009 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No. 182/G/2008/PTUN-JKT., yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, permohonan mana disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut pada tanggal 03 September 2009 ;
Bahwa setelah itu oleh Penggugat/Terbanding yang pada tanggal 03 dan 07 September 2009 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat-Para Tergugat II Intervensi-Pembanding diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 16 September 2009 ;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I tersebut formal dapat diterima ;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi sebagaimana termuat dalam memori kasasi Pemohon Kasasi II, menurut pendapat Mahkamah Agung tidak perlu dipertimbangkan lagi, oleh karena dengan merujuk pada Addendum yang diajukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi ternyata Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh Pemohon Kasasi II sudah tidak berlaku lagi (kadaluwarsa) sebab wewenang Pemberi Kuasa hanya berlaku sejak tanggal 1 September 2006 sampai dengan tanggal 13 Mei 2009, sedangkan Akta Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi II a quo dibuat pada tanggal 21 Agustus 2009. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka
Hal. 29 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II harus dinyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I/Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :
A. JUDEX FACTI TELAH SALAH DALAM MENERAPKAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PENGERTIAN "PESERTA INDONESIA" ("INDONESIAN PARTICIPANT")
1. Bahwa Judex Facti PTUN Jakarta telah memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat dalam perkara ini, yaitu:
- Keputusan Kepala BKPM Nomor 221/T/lndustri/Perdagangan/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. BILLABONG INDONESIA ; dan
- Keputusan Kepala BKPM Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing ;
merupakan Putusan Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai hal ini, Judex Facti Pengadilan Tinggi TUN Jakarta memberikan pertimbangan sebagai berikut :
"Menimbang bahwa perbedaan pendapat/sengketa tersebut sesuai angka 36 Perjanjian Lisensi tentang hukum yang berlaku, seharusnya diselesaikan oleh Hukum Queensland dan diajukan ke Mahkamah Agung Queensland namun ternyata sampai dengan Tergugat/Pembanding II menerbitkan Keputusan Obyek Sengketa, persoalan tersebut belum diajukan ke Mahkamah Agung Queensland oleh pihak-pihak yang bertikai tersebut, sehingga sebenarnya posisi Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance adalah masih menjadi Rekan Perjanjian Lisensi dari Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty.Ltd., karena itu pula dalam pengisian Aplikasi Formulir I Permohonan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, oleh pihak Billabong International, Pihak Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance harus dimasukkan sebagai Peserta Indonesia, sebagaimana dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama" (Putusan Banding, halaman 7, alinea 4)
2. Bahwa dengan memberikan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum, karena :
a. Formulir Permohonan Persetujuan Penanaman Modal Asing (Model I/PMA) adalah formulir yang menggunakan Bahasa Inggris dengan
Hal. 30 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
nama "INVESTMENT APPLICATION IN TERM OF FOREIGN INVESTMENT" (vide bukti T-3-1);
b. Bagian dari formulir yang dipersoalkan dalam perkara ini adalah angka I yang isinya sebagai berikut :
“I. DESCRIPTION OF THE PARTICIPANTS
A. Foreign Participant (s)
1. Name company (ies) or individuals : Billabong International Limited
2. Main line of business : Wholesaling and retailing action sport
apparel, accessories and related
products and activities
3. Address (incl. phone, : 1 Billabong Place, Burleigh Heads
E-mail address Queensland, 4220, Australia
and fax number) Telephone : + 61 7 5589 9899
Fax : + 61 7 5589 9654
1. Name company (ies) or individuals : GSM (Operations) Pty.Limited
2. Main line of business : Wholesaling and retailing action
Sport apparel, accessories and
Related products and activities
3. Address (incl, phone, E-mail address : 1 Billabong Place, Burleigh
And fax number Heads, Queensland, 4220,
Australia,
Telephone : + 61 7 5589 9899
Fax : + 61 7 5589 9654
B. Indonesian Participant (s)
1. Name (company, cooperative or individuals
2. Tax Registration Code Number (NPWP):
3. - Main line of business
- Investment status : PMA, PMDN or Non PMA/PMDN *)
4. Address (incl. Phone number, E-mail :
address and fax number)
*) Stripe which are not used."
Terjemahan:
”.I KETERANGAN PEMOHON
A Peserta Asing
1. Nama perusahaan atau perorangan : Billabong International Limited
2. Kegiatan/Bidang Usaha Utama : Wholesaling and retailing
action sport apparel,
Hal. 31 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
accessories and
related products and activities
3. Alamat (termasuk Nomor Telephone, 1 Billabong Place, Buleigh Heads,
Alamat E-mail dan Nomor Facsimile Queensland, 4220, Australia
Telephone : + 617 5589 9899
Fax. : + 617 5589 9654
1. Nama Perusahaan atau Perorangan : GSM (Operations) Pty.Limited
2. Kegiatan/Bidang Usaha Utama : Wholesaling and retailing
action sport apparel,
accessories and
related products and activities
3. Alamat (termasuk Nomor Telephone, 1 Billabong Place, Burleigh Heads,
Alamat E-mail dan Nomor Facsimile Queensland, 4220, Australia
Telephone : + 617 5589 9899
Fax. : + 617 5589 9654
B. Peserta Indonesia
1. Nama (badan hukum, koperasi atau perorangan) :
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) :
3. - Kegiatan/Bidang Usaha Utama
- Status penanaman modal : PMA/PMDN atau Non PMA/PMDN *)
4. Alamat (termasuk Nomor Telephone,
alamat E-mail dan Nomor Facsimile)
*) coret yang tidak perlu."
Yang berhubungan dengan "Peserta Indonesia" sebagaimana tersebut pada angka I huruf B terdapat dalam angka II butir 11 dari formulir termaksud, yang isinya sebagai berikut :
"11. Shareholding (s) :
a. Foreign Shareholding (s) | US$. | % | |
1. Billabong International Limited | US$. 522,500 | 95% | |
2. GSM (Operations) Pty. Ltd. | US$. 27,500 | 5% | |
Sub Total : | US$. 550,000 | 100% | |
b. Indonesian Shareholding (s) | |||
NIL | NIL | ||
Sub Total : | NIL | NIL | |
c. Total (a + b) | US$. 550,000 | 100% | |
Hal. 32 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Terjemahan :
11. Pemegang saham :
a. Pemegang saham asing | US$. | % | |
1. Billabong International Limited | US$. 522,500 | 95% | |
2. GSM (Operations) Pty.Ltd. | US$. 27,500 | 5% | |
Sub Total : | US$. 550,000 | 100% | |
b. Pemegang saham Indonesian | |||
NIL | NIL | ||
Sub Total : | NIL | NIL | |
c. Total(a + b) | US$. 550,000 | 100% | |
c. Bahwa apa yang tertulis dalam formulir permohonan Surat Persetujuan PMA (Model I/PMA) tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan "Peserta Indonesia (Indonesian Participant)" sebagaimana dimaksud pada angka I huruf B formulir adalah peserta dalam kepemilikan saham (participant in shareholding) atau pemegang saham sebagaimana dimaksud pada angka II butir 11 formulir permohonan penanaman modal asing (Model I/PMA), bukan Rekan dalam Perjanjian Lisensi.
Judex Facti Pengadilan Tinggi TUN Jakarta mengakui bahwa "Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) adalah Rekan Perjanjian Lisensi dari Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty. Ltd." (vide Putusan Banding, halaman 7, alinea 4). Dengan demikian, seharusnya Judex Facti mengetahui bahwa "Rekan Perjanjian Lisensi" bukan dan berbeda dengan "Peserta Indonesia", dalam hal ini selaku pendiri dan pemegang saham dari perusahaan yang akan didirikan. Tidak ada satu pun ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya di bidang penanaman modal yang menyatakan bahwa "Rekan Perjanjian Lisensi" harus menjadi "Peserta Indonesia" selaku pendiri dan pemegang saham dari perusahaan yang dibentuk oleh mitra Perjanjian Lisensinya. Bahkan dalam "License Agreement” antara GSM (Operations) Pty.Ltd. dengan CV Bali Balance (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) tidak ada ketentuan yang menyatakan/mengatur bahwa CV. BALI BALANCE harus
Hal. 33 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
dimasukkan/dijadikan sebagai "Peserta Indonesia" selaku pendiri sekaligus pemegang saham dari perusahaan yang akan dibentuk oleh GSM (Operations) Pty. Ltd. (vide bukti TI-1).
d. Bahwa isi formulir Model I/PMA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (yang masih berlaku pada waktu itu), yang menyatakan :
"(1) Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 3."
ketentuan ini menyatakan bahwa yang dimaksud "Peserta Indonesia" adalah peserta dalam kerjasama antara modal asing dan modal nasional. Dalam hal pendirian PT. BILLABONG INDONESIA tidak ada kerjasama antara modal asing dan modal nasional.
e. Bahwa Surat Persetujuan PMA Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 yang diterbitkan oleh Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat pada hakekatnya bersifat pernyataan/menerangkan (to declare) bahwa akan dibentuk suatu perusahaan/perseroan baru yang didirikan dalam rangka PMA yaitu PT.BILLABONG INDONESIA (tentatif) sebagai pelaksanaan dari kerjasama penyertaan modal para pendiri perseroan yaitu Billabong International Limited dan GSM (Operations) Pty.Ltd. (masing-masing selaku pemegang saham) yang berlaku sebagai persetujuan prinsip/sementara yang diberikan kepada PT.BILLABONG INDONESIA (tentatif) untuk berusaha/berinvestasi di Indonesia. Dalam hal ini, Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) bukan sebagai peserta pendiri/pemegang saham pada perusahaan PMA yang akan dibentuk (PT. BILLABONG INDONESIA).
f. Mengingat Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) bukan sebagai "Peserta Indonesia" selaku pendiri sekaligus pemegang saham pada PT. BILLABONG INDONESIA, maka oleh pemohon yang mengisi formulir permohonan Surat Persetujuan PMA (Model I/PMA), CV. BALI BALANCE tidak mungkin dicantumkan sebagai "Peserta Indonesia" pada pendirian PT.BILLABONG INDONESIA. Dengan demikian, pertimbangan Judex Factie Pengadilan Tinggi TUN Jakarta yang mengacu pada Perjanjian Lisensi yang menyatakan bahwa "CV. Bali Balance adalah masih
Hal. 34 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
menjadi Rekan Perjanjian Lisensi dari Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty.Ltd., karena itu pula dalam pengisian Aplikasi Formulir I Permohonan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, oleh pihak Billabong International, Pihak Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance harus dimasukkan sebagai Peserta Indonesia merupakan pertimbangan hukum yang salah.
3. Disamping itu, tidak adanya "Peserta Indonesia" selaku pendiri sekaligus pemegang saham dalam pembentukan PT. BILLABONG INDONESIA, dimungkinkan dan diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal yang berlaku, yaitu Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000. Dalam Keputusan Presiden tersebut, bidang usaha "Industri pakaian jadi dari tekstil dan perdagangan besar (distributor utama dan impor)"adalah bidang usaha yang dinyatakan terbuka untuk penanaman modal asing dengan kepemilikan saham 100% asing.
4. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa pertimbangan Judex Facti Pengadilan Tinggi TUN Jakarta merupakan pertimbangan yang salah dalam menerapkan hukum. Oleh karenanya Putusan Judex Facti tingkat banding dalam perkara ini (termasuk isi putusan yang mengambil alih pertimbangan Judex Facti tingkat pertama) harus dibatalkan oleh Putusan Kasasi.
B. JUDEX FACTI TELAH SALAH MENERAPKAN HUKUM DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SYARAT - SYARAT PERMOHONAN PENANAMAN MODAL ASING.
1. Bahwa Judex Facti tingkat pertama dalam putusannya di halaman 101 alinea terakhir dan halaman 102 alinea pertama telah memberikan pertimbangan sebagai berikut :
"Menimbang, bahwa dari fakta yuridis tersebut dikaitkan dengan apakah Tergugat sebelum menerbitkan Surat Keputusan Obyek Sengketa (khususnya SIUT) telah mengetahui adanya perselisihan antara Penggugat dengan pihak PT. Billabong International Ltd. (Australia) cq GSM (Operations) Pty.Ltd. menurut pendapat Majelis Hakim berdasarkan
Hal. 35 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
fakta-fakta yang ada Tergugat telah mengetahui sebelum menerbitkan Surat Keputusan Objek Sengketa/IUT.
Menimbang bahwa karena Tergugat telah mengetahui sebelumnya tentang perseteruan yang terjadi antara CV. Bali Balance dengan PT. Billabong International Ltd, (Australia) cq. GSM (Operations) Pty.Ltd., Tergugat seharusnya memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk didengar terlebih dahulu agar terjadi penyelesaian yang baik, sebaliknya bukan dengan cara membuat statement seperti dalam suratnya tersebut di atas."
2. Bahwa pertimbangan Judex Facti sebagaimana tersebut merupakan pertimbangan yang salah, karena syarat-syarat permohonan PMA berdasarkan Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 (vide T-2) tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor 70/SK/2004 adalah sebagai berikut :
I. ENCLOSURE:
1. By Foreign Participant :
a. Articles of Association of the Company in English or Indonesian language ; or
b. Copy of valid passport for foreign individual
2. By Foreign Investment Company (PMA) :
a. Articles of Association of the Company and any amendment (s)
b. Tax Registration Code Number (NPWP)
3. By Indonesian Participant:
a. Articles of Association of the Company and any amendments or Identity Card for Individual
b. Tax Registration Code Number (NPWP).
4. a. Flowchart of the production process and raw materials
requirement for processing industries,
b. Description Explanation of business activities for services sector
5. Power of Attorney to sign the application if the participants are represented by another party.
6. a. Other requirements from the sectoral minister concerned, if any, as stated among others in the "Technical Guidance's Book on Investment Implementation ".
Hal. 36 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
b. Certain sector namely mining sector which has extraction activity, energy sector, palm oil plantation and fishery, must obtain Letter of recommendation by the related/technical ministries.
c. For the Palm Oil Processing Industry which does not have raw material supplied by its own plantations, the raw material guarantee document supplied by the plantation must be completed, and recognized by the plantation Department of Regency/City Government.
7. In the business sector required for partnership cooperation :
a. Agreement between Small Scale Enterprise and Medium/Large Scale Enterprise outlining among others name and address of each party, pattern of partnership, right and obligation of each party as well as guidance provided for Small Scale Enterprises.
b. Letter of Statement from the Small Scale Enterprise concerning that the enterprise fulfills the criteria of Small Scale Enterprises based on Law No. 9 of 1995.
Note : For the requirements at point 6 a,b,c will be coordinated by BKPM with other related government institutions. "
Terjemahan :
I. LAMPIRAN:
1. Bagi Peserta Asing :
a. Anggaran Dasar Perusahaan dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ; atau
b. Foto copy passport yang masih berlaku bagi perorangan warga Negara asing
2. Bagi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) :
a. Anggaran Dasar Perusahaan dan perubahannya ;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ;
3. Bagi Peserta Indonesia :
a. Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya atau Kartu Tanda Pengenal/Penduduk bagi perorangan ;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ;
4. a. Uraian proses produksi dilengkapi dengan alir proses (flow chart) dan mencantumkan jenis bahan baku/penolong bagi industri pengolahan ;
b. Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan di bidang jasa.
Hal. 37 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
5. Surat Kuasa menandatangani permohonan jika penandatangan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri.
6. a. Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan oleh Pemerintah, seperti yang tercantum antara lain dalam Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal.
b. Khusus sektor pertambangan yang merupakan kegiatan ekstraksi, sektor energi, sektor perkebunan kelapa sawit dan sektor perikanan harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang bersangkutan.
c. Khusus untuk bidang usaha industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit yang bahan bakunya tidak berasal dari kebun sendiri, harus dilengkapi dengan jaminan bahan baku dari pihak lain yang diketahui oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota setempat.
7. Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan :
a. Kesepakatan/perjanjian kerjasama dengan Usaha Kecil dan Menengah, yang memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada usaha kecil ;
b. Surat Pernyataan dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995.
Catatan : Untuk persyaratan Nomor 6 a, b dan c akan dikoordinasikan oleh BKPM dengan instansi terkait.
3. Bahwa dalam syarat-syarat tersebut di atas tidak terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Persetujuan PMA harus menyelesaikan terlebih dahulu sengketa perjanjian lisensinya dengan pihak Indonesia. Dengan demikian, pertimbangan Judex Facti yang menyatakan bahwa penerbitan Surat Keputusan obyek sengketa harus ditunda sehubungan dengan adanya sengketa, bertentangan dengan ketentuan Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor 70/Sk/2004.
Hal. 38 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
4. Bahwa, selain itu, Judex Facti pada tingkat banding telah memberikan pertimbangan yang salah dengan menyatakan "Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance adalah masih menjadi Rekan Penjanjian Lisensi dari Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty.Ltd." (vide Putusan Banding, halaman 7, alinea 4), karena para pihak dalam Perjanjian Lisensi adalah GSM (Operations) Pty.Ltd. (semula Pembanding l/Tergugat II Intervensi) dengan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat), bukan antara CV. BALI BALANCE dengan Billabong International Limited.
C. JUDEX FACTI MELAMPAUI BATAS KEWENANGANNYA.
1. Judex Facti baik pada tingkat pertama maupun tingkat banding, dalam pertimbangannya selalu mengkaitkan/menghubungkan Surat Keputusan Obyek Sengketa dengan Perjanjian Lisensi tanpa memberikan pertimbangan hukum yang menjelaskan hubungan hukum antara Perjanjian Lisensi dengan Surat Keputusan Obyek Sengketa, merupakan sikap inkonsistensi Judex Facti dalam penerapan hukum dan melanggar hukum yang berlaku. Dalam hal ini, jelas bahwa Surat Keputusan Obyek Sengketa dan Perjanjian Lisensi adalah 2 (dua) obyek hukum yang berbeda, dimana Surat Keputusan Obyek Sengketa merupakan obyek Hukum Tata Usaha Negara sedangkan Perjanjian Lisensi merupakan obyek Hukum Perdata.
2. Terkait hal tersebut, Judex Facti pada tingkat pertama telah memberikan pertimbangan sebagai berikut :
"Menimbang, bahwa setelah Mejelis membaca berkas perkara a quo secara cermat, Majelis Hakim menemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut :
- Bahwa telah terjadi persengketaan (keperdataan) antara Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) dengan Billabong International Limited (Australia) cq. GSM (Operations) Pty.Ltd.;
- Bahwa inti persengketaan tersebut adalah tentang hak bisnis retail antara Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) dengan Billabong International Limited (Australia) cq. GSM (Operations) Pty.Ltd.;
Hal. 39 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
- Bahwa dalam kasus tersebut secara hukum belum ada penyelesaian baik di tingkat peradilan umum maupun arbitrase ;
- ........dst
(Vide Putusan Tingkat Pertama, halaman 97, alinea pertama)
3. Pertimbangan Judex Facti tersebut justru merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan hukum, karena sengketa yang berhubungan dengan Perjanjian Lisensi merupakan permasalahan yang berada dalam ranah hukum perdata. Oleh karenanya, permasalahan tersebut tidak boleh dijadikan bahan pertimbangan dalam proses peradilan tata usaha negara. Seharusnya Judex Facti memerintahkan kepada CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/ Terbanding/Penggugat) untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui proses peradilan perdata sesuai dengan ketentuan hukum dan ketentuan perjanjian yang berlaku.
4. Bahwa berdasar fakta adanya persengketaan (Perdata) antara CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty.Ltd. (Pembanding l/Tergugat II Intervensi) yang timbul akibat pemutusan/pengakhiran Perjanjian Lisensi, Judex Facti tingkat pertama secara keliru dan tanpa dasar serta argumen yang memadai, memberikan pertimbangan sebagai berikut :
"..........bahwa Penggugat/CV Bali Balance kedudukannya masih eksis selama belum ada proses hukum pengadilan yang berwenang untuk penyelesaian pemutusan Perjanjian Lisensi tersebut dan karenanya Penggugat (CV Ball Balance) masih mempunyai hubungan hukum...................dst................."
(Vide Putusan Tingkat Pertama, halaman 96 alinea 2,3, dan 4).
5. Pertimbangan mana bermuara pada pendapat Judex Facti yang menyatakan masih adanya hubungan hukum antara CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty.Ltd. (Pembanding l/Tergugat II Intervensi), sehingga karenanya CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat) memiliki kepentingan untuk menggugat Surat Keputusan Obyek Sengketa melalui PTUN yang berwenang (Jakarta) ;
6. Bahwa kekeliruan Judex Facti tingkat pertama, dalam pertimbangannya terkait adanya kepentingan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) sebagaimana tersebut angka 4, juga dilakukan oleh Judex Facti tingkat banding yang salah dalam
Hal. 40 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
menerapkan hukum serta tidak cukup dalam memberikan pertimbangan hukumnya, dimana dalam pertimbangan hukumnya Judex Facti tingkat banding menyatakan bahwa :
"Menimbang bahwa perbedaan pendapat/sengketa tersebut sesuai angka 36 Perjanjian Lisensi tentang hukum yang berlaku, seharusnya diselesaikan oleh Hukum Queensland dan diajukan ke Mahkamah Agung Queensland namun ternyata sampai dengan Tergugat/Pembanding II menerbitkan Keputusan Obyek Sengketa, persoalan tersebut belum diajukan ke Mahkamah Agung Queensland oleh pihak-pihak yang bertikai tersebut, sehingga sebenarnya posisi Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance adalah masih menjadi Rekan Penjanjian Lisensi dari Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty.Ltd., karena itu pula dalam pengisian Aplikasi Formulir I Permohonan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, oleh pihak Billabong International, Pihak Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance harus dimasukkan sebagai Peserta Indonesia, sebagaimana dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama".
7. Bahwa kekeliruan Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding dalam mempertimbangkan adanya kepentingan Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat (CV. BALI BALANCE) disebabkan kekhilafan Judex Facti yang tidak memahami dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa Judex Facti PTUN Jakarta tidak memberikan pertimbangan yang bisa menjelaskan hubungan hukum akibat adanya Perjanjian Lisensi dan pemutusannya dengan Surat Keputusan yang menjadi Obyek Sengketa ;
- Bahwa pertimbangan tersebut sangat penting karena Surat Keputusan Obyek Sengketa adalah Surat Keputusan mengenai persetujuan penanaman modal asing yang diberikan kepada Billabong International Limited dan GSM (Operations) Pty.Ltd. yang merupakan permasalahan dalam bidang Tata Usaha Negara, sedangkan permasalahan pemutusan Perjanjian Lisensi oleh GSM (Operations) Pty.Ltd (Pembanding l/Tergugat II Intervensi) adalah permasalahan perdata;
- Bahwa terbitnya Surat Keputusan Obyek Sengketa yang merupakan ranah sengketa Tata Usaha Negara adalah berbeda dengan permasalahan pemutusan Perjanjian Lisensi yang merupakan ranah
Hal. 41 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
sengketa hukum perdata, karena permasalahan pemutusan Perjanjian Lisensi ini terkait dengan hak-hak keperdataan antara CV. BALI BALANCE dengan GSM (Operations) Pty.Ltd ;
- Bahwa karena persengketaan antara CV. BALI BALANCE (Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty.Ltd. (Pembanding l/Tergugat II Intervensi) mengenai Perjanjian Lisensi ini adalah persengketaan Perdata, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Perdata ;
8. Disamping itu, pertimbangan Judex Facti tersebut di atas menunjukkan bahwa Judex Facti baik tingkat pertama maupun tingkat banding tidak mengkaji secara mendalam, serta memahami dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
8.1. Bahwa seluruh konstruksi gugatan didasarkan pada Perjanjian Lisensi pemakaian merek "BILLABONG", seharusnya gugatan tersebut tidak ditujukan kepada BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat). Karena yang dijadikan dasar utama gugatan oleh Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat adalah mengenai pelaksanaan dari Perjanjian Lisensi antara GSM (Operations) Pty.Ltd dan CV. BALI BALANCE tanggal 24 Juni 2004, dimana Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat bukan termasuk pihak yang ikut serta dalam Perjanjian Lisensi tersebut, oleh karenanya Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat selaku Pejabat Tata Usaha Negara tidak terikat dengan perjanjian dan tidak wajib memeriksa setiap perjanjian perdata yang dibuat antara individu atau badan hukum, kecuali yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan.
8.2. Bahwa Perjanjian Lisensi yang dibuat antara CV. BALI BALANCE dan GSM (Operations) Pty.Ltd, merupakan perjanjian perdata, dengan memperhatikan asas kebebasan berkontrak dan pacta sunt servanda, maka segala perselisihan yang timbul dari pelaksanaan Perjanjian Lisensi tersebut seharusnya diselesaikan menurut pilihan forum atau pilihan hukum yang disepakati oleh kedua belah pihak, dalam hal ini menurut hukum Queensland dan diajukan ke Mahkamah Agung Queensland. Hal ini oleh Judex Factie Pengadilan Tinggi TUN Jakarta telah diakui dan dipertegas dalam pertimbangannya yang menyatakan :
Hal. 42 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
"Menimbang bahwa perbedaan pendapat/sengketa tersebut sesuai angka 36 Perjanjian Lisensi tentang hukum yang berlaku, seharusnya diselesaikan oleh Hukum Queensland dan diajukan ke Mahkamah Agung Queensland namun ternyata sampai dengan Tergugat/Pembanding II menerbitkan Keputusan Obyek Sengketa, persoalan tersebut belum diajukan ke Mahkamah Agung Queensland oleh pihak-pihak yang bertikai tersebut, sehingga dst.............".
(vide Putusan Banding, Halaman 7, Alinea 4)
8.3. Bahwa kerugian yang dialami Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat (CV. BALI BALANCE), sebagai akibat :
a. Berdirinya PT. BILLABONG INDONESIA ;
b. Para Tergugat Intervensi berupaya melakukan pemutusan sepihak terhadap Perjanjian Lisensi ;
c. Terjadinya tindak Pidana Penggelapan ;
d. Menghilangkan kepercayaan dari konsumen atas barang-barang yang diproduksi Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat ;
e. Menghilangkan pangsa pasar yang telah dibangun Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat ;
f. Terjadinya penurunan omzet ;
g. Menghilangkan mata pencaharian Termohon Kasasi/ Terbanding/Penggugat sebagai perusahaan nasional asal Bali ;
h. Pencemaran nama baik Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat. (vide Replik Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat dalam Eksepsi tentang Kewenangan Mengadili angka 4) point 4.1 s/d 4.8).
jika dikaji dan dipahami secara mendalam, kerugian tersebut adalah bukan sebagai akibat dari diterbitkannya Surat Keputusan Obyek Sengketa melainkan sebagai akibat adanya sengketa terkait pelaksanaan Perjanjian Lisensi antara CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty.Ltd.
9. Mengingat kerugian yang dialami oleh CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) sebagai akibat dan terkait adanya sengketa pelaksanaan Perjanjian Lisensi, maka Gugatan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) seharusnya
Hal. 43 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
ditujukan kepada pihak-pihak yang menjadi penyebab kerugian CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/ Terbanding/Penggugat), bukan kepada BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) yang tidak terkait langsung dan tidak terlibat sebagai pihak-pihak yang ikut dalam Perjanjian Lisensi tersebut. Dan penyelesaian gugatannya seharusnya diselesaikan dengan acara Hukum Perdata bukan dengan acara Hukum Tata Usaha Negara. Dalam hal ini, gugatan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) kepada BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) yang diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah tidak tepat, salah alamat (eror in persona).
10. Bahwa mengenai sengketa keperdataan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) yang belum terselesaikan adalah terkait dengan pelaksanaan Perjanjian Lisensi, dan kemudian Judex Facti mempertimbangkan dan menganggap bahwa CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) masih memiliki hubungan hukum dan karenanya memiliki kepentingan untuk menggugat Surat Keputusan Obyek Sengketa, maka dengan demikian sama halnya Judex Facti telah mempertimbangkan hal-hal yang berada di luar ketentuan Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Dengan kata lain, Judex Facti telah melampaui batas kewenangannya.
11. Oleh karena kedudukan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) terkait dengan sengketa Perjanjian Lisensi (sengketa perdata) yang belum terselesaikan, serta memastikan adanya kepentingan untuk menggugat melalui proses sengketa tata usaha negara pada PTUN, maka sebagaimana ajaran "asas-asas umum peradilan yang baik" (algemene beginselen van behoorlijk rechtspraak) yang dianut pada setiap proses peradilan di Indonesia, Judex Facti seharusnya berkenan memerintahkan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) untuk menyelesaikan terlebih dahulu sengketa (keperdataannya) melalui yurisdiksi Pengadilan Queensland.
12. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, dimana Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding telah menerima, memeriksa dan memutus perkara a quo, Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat
Hal. 44 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
berpendapat bahwa dalam hal ini Judex Facti telah melampaui batas kewenangannya.
D. JUDEX FACTI TELAH SALAH DALAM MENERAPKAN HUKUM, BERKAITAN DENGAN PERTIMBANGANNYA YANG MENYATAKAN "TERGUGAT DALAM MENERBITKAN SURAT KEPUTUSAN OBYEK SENGKETA TELAH MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DAN MELANGGAR ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AAUPB) YAKNI ASAS KESEIMBANGAN".
1. Bahwa Judex Facti tingkat pertama telah memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) sebagai Pejabat Publik yang melaksanakan atau menjalankan pemerintahan yang baik serta prinsip-prinsip Good Governance, seharusnya memanggil pihak-pihak yang bersangkutan agar terjadi penyelesaian yang baik, dan tidak sampai pada pengambilan keputusan untuk menerbitkan Surat Keputusan Obyek Sengketa, dengan mengacu pada ketentuan hukum dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) serta menjunjung prinsip-prinsip Good Governance.
Mengenai hal ini, Judex Facti pada tingkat pertama telah memberikan pertimbangan yang menyatakan :
"Menimbang bahwa dengan demikian Tergugat di dalam penerbitan surat keputusan-surat keputusan obyek sengketa berdasar pertimbangan-pertimbangan tersebut secara prosedur telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) yakni Asas Keseimbangan (Pasal 53 ayat 2 huruf b)."
(vide Putusan Tingkat Pertama, halaman 102, alinea 4)
2. Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut adalah pertimbangan yang salah dalam penerapan hukum. Dalam hal ini, Judex Facti baik tingkat pertama maupun tingkat banding tidak memahami dasar hukum yang digunakan oleh Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat dalam menerbitkan surat keputusan obyek sengketa, yang meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-Undang Nomor11 Tahun 1970 ;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ;
Hal. 45 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme ;
d. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000.
e. Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 70/SK/2004.
3. Bahwa aturan dasar tersebut baik secara substansial maupun prosedural tidak ada yang dilanggar oleh Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat ;
4. Bahwa dalam aturan dasar dimaksud tidak ada satu ketentuan pun yang penerapannya masih memerlukan penafsiran, yang perlu diuji dengan tolok ukur Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
5. Bahwa kekeliruan Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding dalam memahami aturan dasar yang digunakan sebagai dasar hukum oleh Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Obyek Sengketa, meliputi :
a. Judex Facti baik tingkat pertama maupun tingkat banding telah keliru dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa CV. BALI BALANCE harus dimasukkan sebagai "Peserta Indonesia" terkait pengisian Formulir permohonan penanaman modal asing (Model I/PMA), dalam hal Inl tidak ada ketentuan hukum maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut termasuk Perjanjian Lisensl, sepanjang kegiatan usaha/bidang usaha yang akan dllakukan dinyatakan terbuka untuk Penanaman Modal Asing (PMA) dengan kepemilikan saham seluruhnya (100%) oleh peserta asing (modal asing).
b. Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding tidak mempertimbangkan aturan dasar yang dlgunakan sebagai dasar hukum Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Obyek Sengketa, dalam hal Ini
Pasal Hal. 46 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
1, Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang menyatakan:
"Pasal 1
Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-Undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut"
Pasal 3
(1) Perusahaan yang dimaksud dalam Pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai satu kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai satu kesatuan perusahaan tersendiri
Pasal 23
(1) Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing dapat diadakan kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 3.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa."
c. Penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyatakan :
"Yang dimaksud dengan "asas-asas umum pemerintahan yang baik" adalah meliputi asas:
- kepastian hukum ;
- tertib penyelenggaraan Negara ;
- keterbukaan ;
- proporsionalitas ;
- profesionalitas ;
Hal. 47 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
- akuntabilitas,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme."
Dengan menyatakan Surat Keputusan Obyek Sengketa melanggar "Asas Keseimbangan" (vide putusan tingkat I, halaman 102, alinea 4), hal ini menunjukkan bahwa Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding tidak memahami ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, karena Asas Keseimbangan tidak tercantum dalam kedua ketentuan tersebut di atas.
d. Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding tidak mempertimbangkan aturan dasar yang mengatur tentang pendirian Perseroan Terbatas (PT) yaitu Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan :
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
e. Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding tidak memahami dan mempertimbangkan dasar hukum/aturan dasar yang digunakan oleh Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat dalam menerbitkan Surat Persetujuan PMA, yaitu Pasal 6 ayat (1) Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 70/SK/2004, yang menyatakan :
"Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh :
1. Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau Perusahaan PMA ; atau
Hal. 48 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
2. Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau Perusahaan PMA bersama dengan Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia.
6. Bahwa terlepas dari kepentingan Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat (CV. BALI BALANCE) dalam perkara ini, dan mengingat bidang usaha "Industri pakaian jadi dari tekstil dan perdagangan besar" yang dimohonkan dalam permohonan persetujuan penanaman modal asing oleh Billabong International Limited (Australia) dan GSM (Operations) Pty. Ltd tidak tercantum dalam Daftar Negatif Investasi (Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000), maka bidang usaha yang dimohonkan tersebut dapat dilakukan (terbuka) bagi perusahaan penanaman modal yang seluruh (100%) modalnya adalah modal asing, oleh karenanya pengisian kolom peserta Indonesia dalam formulir permohonan penanaman modal (Model I/PMA) dikosongkan.
7. Bahwa dengan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding telah salah dalam menerapkan hukum dan melanggar hukum yang berlaku, karena :
7.1. Penerbitan Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, telah sesuai dengan ketentuan :
a. Pasal 1, Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), yang menyatakan :
"Pasal 1
Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-Undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut"
Pasal 3
(1) Perusahaan yang dimaksud dalam Pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai
Hal. 49 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
satu kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai satu kesatuan perusahaan tersendiri
Pasal 23
(1) Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 3.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa."
b. Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan :
"(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan."
c. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang menyatakan bahwa :
"Asas-asas umum penyelenggaraan Negara meliputi :
1. Asas Kepastian Hukum ;
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara ;
3. Asas Kepentingan Umum ;
4. Asas Keterbukaan ;
5. Asas Proporsionalitas ;
6. Asas Profesionalitas ; dan
7. Asas Akuntabilitas."
d. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
Hal. 50 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
118 Tahun 2000, dalam hal ini bidang usaha "Industri pakaian jadi dari tekstil dan perdagangan besar (distributor utama dan impor)" merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk penanaman modal asing dengan kepemilikan saham 100% asing.
e. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (4) Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor 70/SK/2004 yang menyatakan :
"(1) Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh :
a. Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau Perusahaan PMA ; atau
b. Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau Perusahaan PMA bersama dengan Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia.
(2) dst.......
(3) dst.......
(4) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/lnstansi terkait."
7.2. Penerbitan Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 221/T/lndustri/ Perdagangan/-2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. BILLABONG INDONESIA telah sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor 70/SK/2004 yang menyatakan :
(1) Perusahaan penanaman modal wajib memiliki Izin Usaha/lzin Usaha Tetap untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi/produksi.
Hal. 51 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
(2) dst.........
(3) dst.........
(4) dst.........
(5) Surat Izin Usaha/lzin Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar."
7.3. Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing dan Nomor 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. BILLABONG INDONESIA telah sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
8. Bahwa Pertimbangan Judex Facti PTUN Jakarta yang mewajibkan BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) seharusnya menunda penerbitan Surat Keputusan Obyek Sengketa TUN guna menanti adanya penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan Perjanjian Lisensi antara CV Bali Balance (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty Ltd (semula Pembanding l/Tergugat II Intervensi) merupakan pertimbangan yang akan memberi efek buruk bagi iklim investasi di Indonesia, karena :
a. Pertimbangan tersebut mendorong Instansi Pemerintah untuk ikut campur dalam hal-hal yang berada di luar lingkup tugas dan wewenangnya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Ikut serta menyelesaikan sengketa mengenai pelaksanaan Perjanjian Lisensi jelas berada di luar lingkup tugas dan wewenang BKPM (Tergugat/ Pembanding/Pemohon Kasasi).
b. Pertimbangan tersebut memperlambat proses pemberian persetujuan, padahal penyelenggaraan negara yang baik menuntut adanya percepatan dalam pemberian pelayanan (termasuk pemberian persetujuan).
c. Pertimbangan tersebut justru bertentangan dengan asas kepastian hukum yang merupakan unsur dari Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Kepastian hukum tidak dapat dijamin jika pemberian persetujuan oleh Instansi Pemerintah harus menunggu selesainya setiap sengketa perdata yang melibatkan pihak Pemohon persetujuan.
Hal. 52 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Dalam perkara ini, permasalahan yang ada adalah sengketa perdata mengenai Perjanjian Lisensi antara GSM (Operations) Pty.Ltd. (semula Tergugat II Intervensi/Pembanding I) dengan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/ Terbanding/Penggugat). Padahal GSM (Operations) Pty.Ltd. adalah pemegang saham sebesar 5% pada PT. BILLABONG INDONESIA. Fakta ini menunjukkan bahwa "Asas Kepastian Hukum" akan terganggu jika pemberian persetujuan PMA kepada PT. BILLABONG INDONESIA harus ditunda untuk menanti selesainya sengketa perdata antara pemegang saham minoritas (5%) dari perusahaan tersebut dengan pihak ketiga.
d. Pertimbangan Judex Facti tersebut mengakibatkan BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) melanggar ketentuan hukum yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (4) Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, yang menentukan :
"(4) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen/lnstansi terkait."
e. BKPM (Pemohon Kasasi/Pembanding Il/Tergugat) telah berusaha dengan itikad baik untuk membantu menyelesaikan sengketa yang ada antara CV. Bali Balance (Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat) dengan GSM (Operations) Pty Ltd (Pembanding l/Tergugat II Intervensi).
9. Uraian sebagaimana tersebut pada angka 1 sampai dengan 8 menunjukkan bahwa Keputusan TUN yang dipersoalkan dalam perkara ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Justru sebaliknya pertimbangan Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding telah salah dalam penerapan hukumnya dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya di bidang penanaman modal serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
F. JUDEX FACTI TINGKAT PERTAMA DAN TINGKAT BANDING TELAH LALAI MEMENUHI SYARAT-SYARAT YANG DIWAJIBKAN OLEH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGANCAM
Hal. 53 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
KELALAIAN ITU DENGAN BATALNYA PUTUSAN YANG BERSANGKUTAN.
1. Bahwa Putusan Judex Facti tingkat pertama telah melebihi tuntutan gugatan (ultra petita partium), dalam hal ini :
a. Gugatan penggugat tidak pernah menuntut dibatalkannya Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Persetujuan Penanaman Modal Asing, karena petitum gugatan Penggugat adalah :
"Menyatakan BATAL atau TIDAK SAH Surat Keputusan Nomor 221/T/INDUSTRI/PERDAGANGAN/2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. Billabong Indonesia tertanggal 12 Maret 2007, yang merupakan kelanjutan atas diterbitkannya SURAT PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL ASING atas nama Billabong International Limited (Australia) qq GSM (Operations) Pty.Ltd. No. 350/I/PMA/2006 tertanggal 29 Maret 2006."
b. Bahwa amar putusan Judex Facti tingkat pertama pada Pokok Perkara angka 2 dan 3, halaman 103 dan 104 dalam putusan, berbunyi sebagai berikut :
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) :
- Nomor 221/T/lndustri/Perdagangan/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. BILLABONG INDONESIA ;
- Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing.
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) :
- Nomor 221/T/lndustri/Perdagangan/2007 tanggal 12 Maret 2007 tentang Izin Usaha Tetap PT. BILLABONG Indonesia;
- Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing".
c. Bahwa dengan demikian putusan Judex Facti PTUN Jakarta telah mengabulkan apa yang tidak diminta dalam petitum gugatan (Ultra Petita Partium) ;
d. Bahwa sekalipun menurut hukum acara peradilan TUN putusan Ultra Petita Partium diperkenankan, akan tetapi harus disertai dengan suatu pertimbangan-pertimbangan yang cukup dan jelas, sementara dalam putusan ini Judex Facti PTUN Jakarta dan Judex
Hal. 54 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Facti Pengadilan Tinggi TUN Jakarta sama sekali tidak memberikan satu pertimbanganpun mengenai dikabulkannya apa yang tidak diminta dalam petitum gugatan.
e. Dengan demikian putusan tersebut tidak memiliki pertimbangan yang cukup dan jelas (onvoldoende gemotiverd), sehingga oleh karenanya harus dibatalkan oleh putusan kasasi.
2. Bahwa pertimbangan Judex Facti tingkat banding yang menyatakan :
"Menimbang bahwa perbedaan pendapat/sengketa tersebut sesuai angka 36 Perjanjian Lisensi tentang hukum yang berlaku, seharusnya diselesaikan oleh Hukum Queensland dan diajukan ke Mahkamah Agung Queensland namun ternyata sampai dengan Tergugat/Pembanding II menerbitkan Keputusan Obyek Sengketa, persoalan tersebut belum diajukan ke Mahkamah Agung Queensland oleh pihak-pihak yang bertikai tersebut, sehingga sebenarnya posisi Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance adalah masih menjadi Rekan Penjanjian Lisensi dan Billabong International Limited (Australia) Cq. GSM (Operations) Pty.Ltd., karena itu pula dalam pengisian Aplikasi Formulir I Permohonan Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing, oleh pihak Billabong International, Pihak Penggugat/Terbanding CV. Bali Balance harus dimasukan sebagai Peserta Indonesia, sebagaimana dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama".
(Vide pertimbangan dalam Putusan Banding halaman 7 alinea 4)
adalah merupakan pertimbangan/pendapat yang keliru karena pendapat Judex Facti Pengadilan Tinggi TUN Jakarta yang menyatakan CV. BALI BALANCE harus dimasukkan sebagai peserta Indonesia dalam pendirian PT. BILLABONG INDONESIA tidak didasari/dilandasi oleh dasar hukum yang berlaku khususnya di bidang penanaman modal. Dalam hal ini tidak ada satupun ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal yang menyatakan dan mengatur kewajiban untuk mengikutsertakan CV. BALI BALANCE (Termohon Kasasi/Terbanding/ Penggugat) sebagai peserta Indonesia dalam pembentukan PT. BILLABONG INDONESIA, sepanjang kegiatan usaha/Bidang Usaha yang akan dilakukan PT.BILLABONG INDONESIA dinyatakan terbuka untuk penanaman modal asing dengan kepemilikan saham 100% asing.
3. Uraian sebagaimana tersebut di atas, membuktikan bahwa Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding telah lalai dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Judex Facti tidak mencantumkan dasar hukum maupun sumber hukum tak
Hal. 55 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
tertulis yang dapat dijadikan dasar hukum atas pendapat hukumnya tersebut sebagaimana dipersyaratkan/dinyatakan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa :
"Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili".
Menimbang, bahwa alasan-alasan Kasasi Pemohon Kasasi I tersebut pada pokoknya adalah :
- Judex Facti telah salah menerapkan hukum yang berkaitan dengan pengertian ”Peserta Indonesia” (Indonesian Participant) ;
- Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam hubungannya dengan syarat-syarat permohonan penanaman modal asing ;
- Judex Facti telah melampaui batas kewenangannya ;
- Judex Facti telah salah menerapkan hukum berkaitan dengan pertimbangannya yang menyatakan Tergugat dalam menerbitkan surat keputusan obyek sengketa telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yakni Asas Keseimbangan ;
- Judex Facti tingkat pertama dan tingkat banding telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa masing-masing alasan kasasi tersebut dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Kasasi sebagai berikut :
Menimbang, bahwa tentang pengertian ”Peserta Indonesia” (Indonesian Participant) adalah merupakan penilaian tentang pembuktian fakta yang telah dipertimbangkan oleh Judex Facti, dan karenanya tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi ;
Menimbang, bahwa tentang syarat-syarat permohonan penanaman modal asing adalah mengenai hal-hal yang menjadi wewenang Termohon Kasasi, dan hal itu telah dinilai oleh pemeriksaan Judex Facti sebagai penilaian hasil pembuktian sehingga karenanya tidak dapat tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi ;
Menimbang, bahwa tentang alasan bahwa Judex Facti telah melampaui batas wewenangnya, tidaklah dapat dibenarkan sebab mengenai adanya sengketa perdata yang belum tuntas penyelesaiannya memang menyebabkan Pemohon Kasasi (Tergugat) masih bersifat prematur untuk menerbitkan Surat-
Hal. 56 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
surat Keputusan a quo, hal mana sudah tepat dipertimbangkan oleh Judex Facti dan merupakan kewenangan Judex Facti untuk melakukan penilaian atas fakta-fakta ;
Menimbang, bahwa alasan tentang adanya pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik oleh Pihak Pemohon Kasasi (Tergugat) dalam penerbitan Surat Keputusan a quo, telah tepat dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya ;
Menimbang, bahwa tentang alasan Judex Facti telah memutuskan ultra petita sehingga harus dibatalkan putusannya adalah juga tidak dapat dibenarkan, sebab dalam posita gugatan maupun petita gugatan telah dicantumkan adanya keberatan Termohon Kasasi (Penggugat) terhadap Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Pemohon Kasasi (Tergugat), yakni Surat Keputusan Nomor 350/I/PMA/2006 tanggal 29 Maret 2006 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Nomor 221/T/Industri/Perdagangan/ 2007 tanggal 12 Maret 2007, dan keduanya diminta untuk dibatalkan dan dicabut ;
Bahwa dengan demikian, kesemuanya alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, lagi pula keberatan tersebut pada hakekatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang berlaku, kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No.5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I : KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, tersebut harus ditolak ;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi sebagaimana termuat dalam memori kasasi Pemohon Kasasi II, menurut pendapat Mahkamah Agung tidak perlu dipertimbangkan lagi, oleh karena dengan
Hal. 57 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
merujuk pada Ad-informandum-1 (Affidart Supreme Court of Queensland Nomor S 6832 of 2009 tertanggal 17 Nopember 2009) dan Ad-informandum-2 (Pendapat Hukum Prof. Hikmahanto Juwana,SH., LLM,Ph.D. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia), yang diajukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi ternyata Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh Pemohon Kasasi II sudah tidak berlaku lagi (kadaluwarsa) sebab wewenang Pemberi Kuasa hanya berlaku sejak tanggal 1 September 2006 sampai dengan tanggal 13 Mei 2009, sedangkan Akta Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi II a quo dibuat pada tanggal 21 Agustus 2009. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II harus dinyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I ditolak dan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi II tidak dapat diterima, maka Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, tersebut ;
Menyatakan bahwa permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II.1. ; P.T. BILLABONG INDONESIA (PTBI), 2. GSM (OPERATIONS) PTY.LTD., tersebut tidak dapat diterima ;
Menghukum Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 11 Mei 2010 oleh Prof.Dr.Paulus Effendie Lotulung,SH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof.Dr.Valerine JLK.SH.MA., dan H.Imam Soebechi,SH.MH., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta
Hal. 58 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Sumartanto,SH., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;
Hakim-Hakim Anggota Ketua
Ttd/Prof.Dr.Valerine JLK.SH.MA., ttd
Ttd/H.Imam Soebechi,SH.MH., Prof.Dr.Paulus Effendie Lotulung,SH.,
Panitera Pengganti
Ttd
Sumartanto,SH.,
Biaya-Biaya :
1.M e t e r a i ................................ Rp. 6.000,-
2.R e d a k s i ............................... Rp. 5.000,-
3.Administrasi Kasasi.................... Rp.489.000,-
Jumlah Rp.500.000,-
Untuk Salinan
Mahkamah Agung R.I.
An.Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara
ASHADI,SH.
Nip.220000754
Hal. 59 dari 59 hal. Put. No. 343 K/TUN/2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar